Pagi hari dengan cahaya matahari dan panasnya
yang terik. Sebuah headset yang kupasang di telinga memperdengarkan lagu lama.
Sebuah kipas angin dengan suara menggerungnya yang samar-samar. Lalat-lalat
musim panas yang berterbangan di sekitar kaki. Dan suasana yang begitu
membosankan.
Liburan yang terasa jauh dari kata normal.
Sudah ketigakalinya aku membuka Microsoft Word
dan mengganti format margin, lalu menutup, dan membukanya lagi. Beberapa file
tulisan di folder yang belum juga kuselesaikan kubuka dan kubaca tanpa ada niat
untuk melanjutkannya.
Dan sekarang di sinilah aku. Sedang menulis
sebuah catatan semacam diary.
Hari yang benar-benar membosankan dan sakit
perut yang tak kunjung sembuh. Ugh, sepertinya aku harus ke kamar mandi lagi.
Tunggu sebentar.
…
Sepuluh menit kemudian,
Aduh. Benar-benar bencana. Tidak ada hal lain
yang bisa kulakukan di liburan ini. Selain mengunjungi taman hiburan sekitar
dua minggu yang lalu, hiburanku saat liburan ini praktis tidak ada sama sekali.
Mungkin hanya tayangan televisi, menonton film-film yang sudah kutonton
sebelumnya, dan tidur.
Libur panjangku sudah berlangsung selama dua
puluh hari dan aku tetap begini-begini saja. Segala hal menyenangkan yang ingin
kulakukan untuk mengisi liburanku selalu berurusan dengan finansial.
Jalan-jalan ke luar kota? Butuh finansial. Jalan-jalan ke luar negeri? Apa
lagi. Aku benar-benar butuh suasana baru dan rasanya aku semacam terjangkit
sebuah desakan besar untuk melihat dunia luar!
Sayangnya, sebagai seorang tutor Bahasa Inggris
untuk anak-anak SD yang belum gajian begini aku benar-benar harus menghemat
pengeluaran sampai ke titik darah penghabisan. Sebagai seorang penulis amatir
yang tak berpenghasilan sama sekali apa lagi.
Sebenarnya aku tidak ingin mengeluh. Tapi
kalian tahu kan bagaimana rasanya menghabiskan hari-hari liburmu tanpa
melakukan apa pun yang membuat kalian bisa bersenang-senang sampai rasanya
kalian begitu bahagia?
Dan sebenarnya lagi, aku bukannya tidak ada
kegiatan sama sekali. Selain mengajar, aku juga harus mengasuh adik sepupuku
yang aktifnya minta ampun. Tapi tetap saja rasanya aku ingin suasana yang
berbeda.
Usiaku 20 tahun dan aku masih berada di tempat
yang sama. Bertemu orang-orang yang sama. Dan belum mendapat pengalaman baru
yang begitu menyenangkan.
Rasanya, aku ingin buru-buru menyelesaikan
kuliahku dengan sebaik mungkin lalu segera keluar dari tempat ini. Dari pulau
ini. Menuju ke tempat baru yang jauh dimana aku bisa bertemu orang-orang baru,
budaya-budaya baru, dan mendapatkan pengalaman-pengalaman baru yang bisa
kuceritakan di sini. Setidaknya, agar catatan-catatanku ini bisa lebih berkesan
dan menghibur kalian.
Aku sudah beberapa kali berkata pada ibuku dan
ayahku bahwa aku ingin mengunjungi banyak tempat sejauh apapun itu. Dan rasanya
keinginan itu semakin mendesakku. Jika aku berada di sebuah ruangan, keinginan
itu mendesakku dari berbagai arah dan aku semakin terjepit di pojok ruangan.
Menunggu dinding yang menahan punggungku jebol lalu aku akan keluar.
Aku tahu hal tersebut memang butuh waktu dan
masih banyak yang harus aku persiapkan. Dan bukannya aku tidak senang berada di
tempat ini. Aku hanya merasa bosan dan butuh suasana baru.
Ayahku pernah berkata bahwa ia telah menyiapkan
segala hal di sini untuk memberiku tempat mengembangkan diri. Tapi, aku bilang
padanya bahwa aku ingin pergi ke tempat lain yang lebih jauh. Barangkali pengembangan
diriku di sini dan di tempat lain itu akan berbeda. Dan ayahku mengizinkan.
Kerap kali kubayangkan bagaimana dunia luar
itu. Bagaimana kehidupan masyarakat lain yang berbeda dengan masyarakat di
lingkungan tempat tinggalku. Banyak pula rencana yang sudah kususun. Rasa ingin
tahuku juga semakin besar seiring waktu. Segala jawaban memang tinggal menunggu
waktu. Tapi rasanya aku benar-benar tidak sabar.
Aku juga kerap berpikir, barangkali jika aku
menyisihkan tabunganku dan bermodal nekat aku akan benar-benar berangkat. Entah
kemanapun tujuanku itu. Ke selatan, utara, barat, maupun timur. Tapi untuk
melakukan persiapan itu modal nekat saja sama dengan bunuh diri. Setidaknya
harus ada persiapan matang.
Satu hal yang sampai sekarang juga membuatku berpikir
keras adalah bahwa perjalanan seperti apapun, meskipun itu hanya berjarak
dekat, tetap membutuhkan biaya. Selain itu, aku juga belum tahu harus memulai
dari mana.
Rencana A yang kumiliki sejauh ini adalah
berusaha menyelesaikan studi dengan sebaik mungkin, mendaftarkan diri sebagai
relawan untuk diletakkan di daerah terpencil, maka berangkatlah aku
meninggalkan tempat lama. Menjadi relawan adalah rencana A-ku. Kemanapun nanti
aku akan ditempatkan, selama aku keluar dari tempat lama dan mendapat kesempatan
untuk bertemu orang-orang baru serta mendapat pengalaman baru, itu tidak
masalah.
Hidup ini penuh perjudian. Aku menyadari bahwa
seberapa banyak rencana yang kumiliki adalah perjudian dengan kesiapan mental
adalah taruhannya. Jika rencana tersebut gagal maka aku kalah berjudi dengan
nasib. Masalahnya aku tak pernah tahu seberapa besar taruhan yang harus
kubayarkan untuk mengalahkan nasib yang menggagalkan rencanaku.
Kemudian secara tiba-tiba aku menyadari bahwa
sejauh ini yang kumiliki hanyalah niat. Belum sedikitpun aku mengambil sebuah
langkah karena ketakutan dengan perjudian tersebut. Bagaimana jika aku kalah?
Bagaimana jika aku tidak sanggup menjalankan rencanaku? Bagaimana jika aku
gugur di tengah usahaku sendiri? Seberapa kuat aku mampu melakukannya?
Tapi di samping itu aku tetap percaya bahwa aku
akan keluar dari tempat ini. Entah tujuan pertama yang mana yang akan
kukunjungi, aku mempercayakan bahwa bagaimanapun caranya dan bagaimana Tuhan
mengarahkan nasibku, kelak aku akan berada di tempat yang baru. Berjalan dari
satu tempat ke tempat lain dan memenuhi keinginanku sendiri.
Barangkali yang kubutuhkan adalah menunggu
waktu sedikit lebih lama lagi dan lebih bersabar. Dan yang paling penting dari
itu semua, aku harus berani mengambil sebuah tindakan. Bukan begitu?
Baiklah. Mari kita lihat akan seberapa jauh aku
mengambil tindakan sampai keinginanku benar-benar terkabul.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar