Senin, 06 Juni 2016

Berjudi dengan Nasib



Pagi hari dengan cahaya matahari dan panasnya yang terik. Sebuah headset yang kupasang di telinga memperdengarkan lagu lama. Sebuah kipas angin dengan suara menggerungnya yang samar-samar. Lalat-lalat musim panas yang berterbangan di sekitar kaki. Dan suasana yang begitu membosankan.

Liburan yang terasa jauh dari kata normal.

Sudah ketigakalinya aku membuka Microsoft Word dan mengganti format margin, lalu menutup, dan membukanya lagi. Beberapa file tulisan di folder yang belum juga kuselesaikan kubuka dan kubaca tanpa ada niat untuk melanjutkannya.

Dan sekarang di sinilah aku. Sedang menulis sebuah catatan semacam diary.

Hari yang benar-benar membosankan dan sakit perut yang tak kunjung sembuh. Ugh, sepertinya aku harus ke kamar mandi lagi. Tunggu sebentar.


Sepuluh menit kemudian,

Aduh. Benar-benar bencana. Tidak ada hal lain yang bisa kulakukan di liburan ini. Selain mengunjungi taman hiburan sekitar dua minggu yang lalu, hiburanku saat liburan ini praktis tidak ada sama sekali. Mungkin hanya tayangan televisi, menonton film-film yang sudah kutonton sebelumnya, dan tidur.

Libur panjangku sudah berlangsung selama dua puluh hari dan aku tetap begini-begini saja. Segala hal menyenangkan yang ingin kulakukan untuk mengisi liburanku selalu berurusan dengan finansial. Jalan-jalan ke luar kota? Butuh finansial. Jalan-jalan ke luar negeri? Apa lagi. Aku benar-benar butuh suasana baru dan rasanya aku semacam terjangkit sebuah desakan besar untuk melihat dunia luar!

Sayangnya, sebagai seorang tutor Bahasa Inggris untuk anak-anak SD yang belum gajian begini aku benar-benar harus menghemat pengeluaran sampai ke titik darah penghabisan. Sebagai seorang penulis amatir yang tak berpenghasilan sama sekali apa lagi.

Sebenarnya aku tidak ingin mengeluh. Tapi kalian tahu kan bagaimana rasanya menghabiskan hari-hari liburmu tanpa melakukan apa pun yang membuat kalian bisa bersenang-senang sampai rasanya kalian begitu bahagia?

Dan sebenarnya lagi, aku bukannya tidak ada kegiatan sama sekali. Selain mengajar, aku juga harus mengasuh adik sepupuku yang aktifnya minta ampun. Tapi tetap saja rasanya aku ingin suasana yang berbeda.

Usiaku 20 tahun dan aku masih berada di tempat yang sama. Bertemu orang-orang yang sama. Dan belum mendapat pengalaman baru yang begitu menyenangkan.

Rasanya, aku ingin buru-buru menyelesaikan kuliahku dengan sebaik mungkin lalu segera keluar dari tempat ini. Dari pulau ini. Menuju ke tempat baru yang jauh dimana aku bisa bertemu orang-orang baru, budaya-budaya baru, dan mendapatkan pengalaman-pengalaman baru yang bisa kuceritakan di sini. Setidaknya, agar catatan-catatanku ini bisa lebih berkesan dan menghibur kalian.

Aku sudah beberapa kali berkata pada ibuku dan ayahku bahwa aku ingin mengunjungi banyak tempat sejauh apapun itu. Dan rasanya keinginan itu semakin mendesakku. Jika aku berada di sebuah ruangan, keinginan itu mendesakku dari berbagai arah dan aku semakin terjepit di pojok ruangan. Menunggu dinding yang menahan punggungku jebol lalu aku akan keluar.

Aku tahu hal tersebut memang butuh waktu dan masih banyak yang harus aku persiapkan. Dan bukannya aku tidak senang berada di tempat ini. Aku hanya merasa bosan dan butuh suasana baru.

Ayahku pernah berkata bahwa ia telah menyiapkan segala hal di sini untuk memberiku tempat mengembangkan diri. Tapi, aku bilang padanya bahwa aku ingin pergi ke tempat lain yang lebih jauh. Barangkali pengembangan diriku di sini dan di tempat lain itu akan berbeda. Dan ayahku mengizinkan.

Kerap kali kubayangkan bagaimana dunia luar itu. Bagaimana kehidupan masyarakat lain yang berbeda dengan masyarakat di lingkungan tempat tinggalku. Banyak pula rencana yang sudah kususun. Rasa ingin tahuku juga semakin besar seiring waktu. Segala jawaban memang tinggal menunggu waktu. Tapi rasanya aku benar-benar tidak sabar.

Aku juga kerap berpikir, barangkali jika aku menyisihkan tabunganku dan bermodal nekat aku akan benar-benar berangkat. Entah kemanapun tujuanku itu. Ke selatan, utara, barat, maupun timur. Tapi untuk melakukan persiapan itu modal nekat saja sama dengan bunuh diri. Setidaknya harus ada persiapan matang.

Satu hal yang sampai sekarang juga membuatku berpikir keras adalah bahwa perjalanan seperti apapun, meskipun itu hanya berjarak dekat, tetap membutuhkan biaya. Selain itu, aku juga belum tahu harus memulai dari mana.

Rencana A yang kumiliki sejauh ini adalah berusaha menyelesaikan studi dengan sebaik mungkin, mendaftarkan diri sebagai relawan untuk diletakkan di daerah terpencil, maka berangkatlah aku meninggalkan tempat lama. Menjadi relawan adalah rencana A-ku. Kemanapun nanti aku akan ditempatkan, selama aku keluar dari tempat lama dan mendapat kesempatan untuk bertemu orang-orang baru serta mendapat pengalaman baru, itu tidak masalah.

Hidup ini penuh perjudian. Aku menyadari bahwa seberapa banyak rencana yang kumiliki adalah perjudian dengan kesiapan mental adalah taruhannya. Jika rencana tersebut gagal maka aku kalah berjudi dengan nasib. Masalahnya aku tak pernah tahu seberapa besar taruhan yang harus kubayarkan untuk mengalahkan nasib yang menggagalkan rencanaku.

Kemudian secara tiba-tiba aku menyadari bahwa sejauh ini yang kumiliki hanyalah niat. Belum sedikitpun aku mengambil sebuah langkah karena ketakutan dengan perjudian tersebut. Bagaimana jika aku kalah? Bagaimana jika aku tidak sanggup menjalankan rencanaku? Bagaimana jika aku gugur di tengah usahaku sendiri? Seberapa kuat aku mampu melakukannya?

Tapi di samping itu aku tetap percaya bahwa aku akan keluar dari tempat ini. Entah tujuan pertama yang mana yang akan kukunjungi, aku mempercayakan bahwa bagaimanapun caranya dan bagaimana Tuhan mengarahkan nasibku, kelak aku akan berada di tempat yang baru. Berjalan dari satu tempat ke tempat lain dan memenuhi keinginanku sendiri.

Barangkali yang kubutuhkan adalah menunggu waktu sedikit lebih lama lagi dan lebih bersabar. Dan yang paling penting dari itu semua, aku harus berani mengambil sebuah tindakan. Bukan begitu?

Baiklah. Mari kita lihat akan seberapa jauh aku mengambil tindakan sampai keinginanku benar-benar terkabul.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar