PENDAHULUAN
Belanda adalah
salah satu negara di sebuah benua Eropa yang juga dikenal dengan sebutan
Netherland atau Holland. Negara penghasil susu dan keju ini memiliki ibukota di
Amsterdam dan uniknya merupakan sebuah negara yang memiliki ketinggian di bawah
permukaan air laut, sehingga Belanda perlu melakukan beberapa pengerukan untuk
meninggikan tanahnya agar tidak sering terkena banjir. Negara yang juga
menganut sistem pemerintahan Demokrasi Parlementer ini secara geografis berbatasan
dengan Belgia di selatan, Laut Utara di utara dan barat, dan juga berbatasan
laut dengan Jerman serta Inggris.
Dalam kaidah
antropologi, bahasa merupakan salah satu dari tujuh unsur kebudayaan universal yang
terdiri dari kesenian, religi, mata pencaharian, bahasa, teknologi, ilmu
pengetahuan, dan organisasi sosial (Koentjaraningrat, 2009:164). Dikutip dari
Republika.co.id (Puspaningtyas dan Nursalikah, 2016), diketahui bahwa di dunia
ini terdapat kurang lebih 7.000 bahasa yang digunakan hampir oleh tujuh milyar
orang yang berakar dari beberapa rumpun bahasa. Belum
ada yang tahu pasti induk bahasa utama dari seluruh bahasa di dunia, namun terdapat beberapa rumpun bahasa yang menurunkan
beberapa bahasa-bahasa yang hingga kini masih digunakan. Misalnya saja
Austronesia, Indo-Eropa, Dravida, dan sebagainya.
Rumpun
bahasa Indo-Eropa merupakan salah satu rumpun bahasa yang tersebar di hampir
seluruh belahan dunia khususnya di daratan Eropa.
Rumpun bahasa ini kemudian menurunkan beberapa bahasa salah satunya adalah
Bahasa Belanda. Kemudian dalam pelayaran-pelayaran yang dilakukan oleh para
pedagang Belanda untuk memperoleh rempah-rempah, bahasa ini ikut terbawa hingga
ke kepulauan Hindia Belanda.
Pada masa
kolonialisme, penggunaan bahasa Belanda mulai meluas bahkan hingga ke kalangan
pribumi. Adanya dominasi dari orang-orang Belanda dalam mendirikan kekuasaan di
Hindia Belanda mendorong masyarakat pribumi mau tidak mau untuk turut memahami
penggunaan Bahasa Belanda. Pada masyarakat pribumi, golongan pertama yang mampu
memahami bahkan menggunakan bahasa Belanda adalah golongan para bangsawan. Hal
ini dikarenakan golongan bangsawan merupakan golongan yang lebih sering
berinteraksi dengan orang-orang Belanda dibandingkan dengan golongan dari kelas
menengah ke bawah. Kemampuan mereka dalam menggunakan bahasa Belanda juga turut
didorong dengan adanya pendidikan formal (sekolah) yang menggunakan bahasa
Belanda sebagai bahasa pengantar.
Penggunaan
bahasa Belanda pada masa kolonial di Indonesia kemudian turut mempengaruhi
kehidupan sosial masyarakat pribumi sekaligus dengan gaya hidup mereka. Dalam
kehidupan sosial, bahasa Belanda juga turut digunakan dalam percakapan
sehari-hari, bahasa pengantar di sekolah, bahkan bahasa ini mulai dipahami oleh
kalangan bawah.
Kini jumlah
masyarakat Indonesia yang memahami bahasa Belanda dan menggunakannya secara
fasih mulai berkurang. Tidak seperti pada masa kolonial atau pergerakan dimana
hampir seluruh tokoh intelektual dan beberapa masyarakat pribumi mampu
menguasai bahasa ini secara fasih untuk melakukan diplomasi atau berhubungan
dengan orang-orang Belanda.
PEMBAHASAN
Sejarah, Perkembangan, dan Struktur Bahasa Belanda
Telah disebutkan
sebelumnya bahwa di dunia ini terdapat beberapa rumpun bahasa yang kemudian
menurunkan beberapa cabang bahasa dan dialek yang digunakan oleh seluruh
manusia di dunia. Beberapa di antaranya adalah rumpun bahasa terbesar, salah
satunya yaitu rumpun bahasa Indo-Eropa yang digunakan di hampir seluruh pelosok
dunia, khususnya di benua Eropa.
![]() |
Sumber: Wikipedia, 2016.
Gambar 2.1.1. Peta Persebaran Rumpun Bahasa Indo-Eropa (area yang berwarna hijau tosca) |
Sama seperti
sebuah pohon silsilah dalam suatu keluarga, rumpun bahasa Indo-Eropa kemudian
menurunkan beberapa anak bahasa dan dialek, dimana salah satu di antaranya
adalah bahasa Belanda (Lihat bagan 2.1.1). Rumpun bahasa Indo-Eropa sendiri menurunkan
beberapa cabang bahasa. Berikut ini adalah cabang bahasa dari Indo-Eropa yang
tersebar di beberapa wilayah berdasarkan penemuan teks-teks dalam bahasa
tersebut menurut Beekes (2011:17-30), Indo-Iranian yang digunakan oleh
mayoritas ras Arya; Tocharian (China); Armenian (Yunani); bahasa-bahasa
Anatolian seperti Hitite, Palaic, dan Luwic; Greek (Yunani), Illyrian (Kosovo,
Makedonia sebelah barat, Italia sebelah selatan); Venetic (Italia); Italic; Celtic
(Eropa sebelah tengah); Lucitanian (Portugal dan Spanyol sebelah barat);
Germanic (Norwegia dan Swedia sebelah selatan, Denmark, pesisir Jerman).
![]() |
Bagan 2.1.1. Penurunan Bahasa
Belanda dari Rumpun Bahasa Indo-Eropa
|
Berdasarkan
bagan tersebut diketahui bahwa bahasa Belanda berkerabat dengan bahasa Jerman.
Itulah sebabnya pengucapan dan struktur kedua bahasa ini memiliki kemiripan.
Biasanya pengucapan kata dalam kedua bahasa ini bisa sama, tetapi penulisannya
berbeda, misalnya ‘kursi’ dalam bahasa Belanda disebut stoel dan dalam bahasa Jerman disebut stool, ‘buku’ dalam bahasa Belanda disebut boek dan dalam bahasa Jerman disebut book, atau ‘minum’ dalam bahasa Belanda disebut drinken dan dalam bahasa Jerman disebut trinken. Pada perkembangannya di masa
kini, bahasa Belanda kemudian digunakan sebagai kata serapan dalam bahasa
Indonesia yang masih sering digunakan dalam percakapan sehari-hari.
Ada banyak
sekali kata serapan dalam bahasa Belanda. Menurut kamus praktis Belanda-Indonesia
karya Albert van Honthorst dan Windy Novia beberapa kata serapan di antaranya
adalah pilot, ambulance, antenne, kraan,
kraag, boontjes, dansen, zadel, schakelaar, soup, doker, oom, strijken,
saucijs, netjes, gang, stopfles, gordijn, zuster, tante, dan masih banyak
lagi.
Menurut Chapman
(1992:14), Indo-Eropa lebih umum disebut dengan Indo-Germanic dalam studi yang
dilakukan di Jerman. Teori mengenai Indo-Eropa atau Indo-Germanic juga
menyatakan bahwa rumpun bahasa ini adalah nenek moyang dari hampir seluruh
bahasa modern saat ini. Hampir sama dengan pendapat Beekse, Champ kemudian membagi
rumpun bahasa Indo-Germanic menjadi nenek moyang kelompok bahasa yang lebih
modern seperti Common Germanic, Common Slavonic, Common Celtic, Common Italic,
Common Hellenic, Common Indo-Iranian, dan sebagainya. Cabang bahasa-bahasa ini
kemudian menurunkan bahasa-bahasa yang dikenal saat ini, misalnya cabang bahasa
Common Germanic menghasilkan bahasa Jerman, Belanda, Denmark, Norwegia, dan
Inggris. Berikut ini adalah bagan penurunan bahasa Belanda dari rumpun bahasa
Indo-Eropa menurut Chapman:
![]() |
Bagan 2.1.2.
Cabang-cabang Rumpun Bahasa Indo-Eropa atau Indo-Germanic Menurut
Chapman
|
Sedangkan Willems,
Dkk. (2016:8), memiliki versi lain dari percabangan bahasa Proto-Germanic
hingga ke bahasa Belanda. Salah satu hasil dalam jurnal penelitiannya disebutan
bahwa cabang bahasa Proto-Germanic memiliki dua dialek yaitu West Germanic dan
Old Norse. Pada dialek jenis West Germanic muncullah beberapa dialek bahasa
salah satunya adalah dialek bahasa Belanda mengikuti dialek bahasa yang lain
seperti dialek Inggris, Sranan (di wilayah Suriname), Penn Dutch (Pennsylvanian Deutsch), Jerman, Frisian
(di wilayah Belanda, Jerman, Denmark), Flemish (di wilayah Belgia), dan
Afrikaans (di wilayah Afrika Selatan, Namibia, Botswana, dan Zimbabwe).
Tentunya bahasa
Belanda yang digunakan pada masa kini berbeda dengan masa lampau. Pada abad
ke-5, perkembangan bahasa Belanda baru pada tahap Old Dutch (bahasa Belanda lama). Bahasa Belanda lama ini dituturkan
oleh penduduk yang menempati daerah di Belanda bagian selatan, Belgia bagian
utara, Prancis bagian utara, hulu Sungai Rhine, dan Westphalian di wilayah
Jerman. Penduduk Belanda bagian timur seperti Achterhoek, Overijssel, dan
Drenthe menggunakan bahasa Saxon Lama yang juga memiliki banyak kesamaan dengan
bahasa Belanda Lama (Wikipedia, 2016).
Pada
perkembangannya, di abad ke-9 bahasa Belanda lama (Old Dutch) berubah menjadi bahasa Belanda pertengahan (Middle Dutch) sebelum kemudian menjadi
bahasa Belanda yang digunakan hingga kini. Perbedaan tersebut terletak pada
penggunaan huruf vokal yang berada di akhir suku kata (Lihat tabel 2.1.1.).
![]() |
Tabel 2.1.1.
Perbedaan Bahasa Belanda Lama dan Bahasa Belanda Pertengahan
|
Perbedaan lain
yang menunjukkan adanya evolusi dalam bahasa Belanda diambil dari kitab Mazmur
Wachtendonck 55:18. Dalam ayat ini bahasa Belanda Lama memiliki campuran dengan
bahasa Latin (Lihat tabel 2.1.2.).
Dalam suatu
bahasa, biasanya terdapat dialek. Namun perlu dipahami bahwa bahasa dan dialek
adalah dua hal yang berbeda tetapi saling memengaruhi. Adanya suatu perbedaan
dialek dalam sebuah bahasa ditentukan oleh dua hal, yaitu letak geografis dan wilayah
kelompok penuturnya, sehingga ada dua jenis dialek yaitu dialek geografis dan
dialek regional.
Tidak menutup
kemungkinan bahwa percakapan dengan bahasa yang dituturkan oleh dua orang
berdialek berbeda masih bisa saling dimengerti. Hal ini disebabkan karena
dialek merupakan bagian dari bahasa kemudian muncul pemahaman bahwa pemakai
suatu dialek dapat mengerti dialek lain. Misalnya, penggunaan bahasa yang
hampir sama dengan dialek berbeda antara Belanda dan Jerman. Masyarakat yang
tinggal di daerah perbatasan Belanda-Jerman terbiasa menjalin hubungan dengan
masyarakat yang berbeda suku bangsa. Ketika seorang suku bangsa Jerman
menggunakan bahasa Jerman dalam berkomunikasi dengan suku bangsa Belanda, suku
bangsa Belanda tersebut dapat mengerti apa yang diucapkan dan membalasnya
dengan bahasa ibu mereka. Begitupun sebaliknya (Sumarsono, 2014: 21 dan 23).
Heeringa dan
Nerbonne dari Groningen University menggunakan dua puluh tujuh dialek atau
perbedaan pengucapan suatu kata di dua puluh tujuh area berbeda di Belanda
dalam risetnya. Data yang digunakan kedua tokoh ini untuk membandingkan dialek
adalah Reeks Nederlands(ch)e
Dialectatlasen (RND) oleh Blancquaert dan Peé (1925-1982). Jika dua puluh tujuh daerah di Belanda
dengan dialek yang berbeda disebutkan dari ujung utara hingga ke selatan
Belanda, maka dialek-dialek yang berbeda tersebut terletak di Scheema, Veendam,
Eext, Beilen, Ruinen, Koekange, Staphorst, Hasselt, Zalk, Oldebroek, Nunspeet,
Putten, Amersfoort, Driebergen, Vianen, Hardinxveld, Zevenbergen, Oudenbosch,
Roosendaal, Ossendrecht, Clinge, Moerbeke, Lochristi, Nazareth, Waregem,
Zwevegem, dan Bellegem (Heeringa dan Nerbonne, 2002:378). Berikut ini adalah
peta persebaran dialek di dua puluh tujuh wilayah di Belanda,
![]() |
Gambar 2.1.2.
Titik Persebaran Dialek Bahasa Belanda di Belanda
|
Bahasa Petjuk sebagai Bahasa Belanda versi Masyarakat Pribumi Indonesia pada Masa Kolonial
Bahasa Belanda
awalnya dibawa oleh para pedagang dari Belanda yang berlayar di kepulauan
Indonesia untuk melakukan transaksi dengan penduduk pribumi. Para pedagang
Belanda sudah mulai melakukan perdagangan sejak tahun 1595 di Banten dan Sunda
Kelapa (Poesponegoro, Dkk., 2009:29), maka dapat dipastikan pula bahwa pada
tahun tersebut para pedagang Belanda telah melakukan interaksi dengan penduduk
pribumi khususnya tokoh masyarakatnya.
Penggunaan
bahasa Belanda di kalangan pribumi meluas ketika dibukanya sekolah-sekolah yang
menggunakan bahasa Belanda sebagai pengantar dalam melakukan kegiatan belajar.
Pendidikan di Indonesia sudah dibuka sejak abad ke-18 dimana pada abad tersebut
kegiatan pendidikan baru bersifat individu atau perseorangan. Pada abad ke-19
sistem pendidikan diubah menjadi klasikal atau berkelompok. Namun, pendidikan
menggunakan bahasa Belanda baru dimulai di abad ke-20 setelah ditetapkannya
politik etis (Agung dan Suparman, 2012:22).
Politik etis
adalah salah satu upaya untuk
menyejahterakan rakyat Indonesia sebagai salah satu bentuk kritik terhadap
perlakuan pemerintah Belanda terhadap rakyat Indonesia secara semena-mena dan
merugikan rakyat Indonesia baik secara ekonomi maupun sosial. Politik ini
bertujuan untuk mengadakan desentralisasi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat
salah satunya melalui pendidikan (Poesponegoro, Dkk., 2009:22).
Pendidikan yang
dikembangkan di Indonesia berjenjang. Namun, hanya anak-anak dari golongan
bangsawan saja yang memiliki kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang
yang lebih tinggi. Anak-anak dari golongan bangsawan memiliki hak istimewa
untuk bersekolah di Sekolah Belanda untuk kemudian dapat melanjutkannya ke
Sekolah Dokter Java atau Sekolah Pamong Praja. Tentunya, dalam jenis sekolah
semacam itu bahasa yang digunakan adalah bahasa Belanda.
Meluasnya
penggunaan bahasa Belanda ke kalangan masyarakat yang lebih rendah muncul
ketika masyarakat tersebut meminta untuk diberikan kesempatan mendapatkan
pendidikan yang sama. Oleh sebab itu, pemerintah kolonial menerapkan rencana
untuk memasukkan bahasa Belanda dalam pembelajaran di Sekolah Kelas 1 untuk
masyarakat dari golongan bawah pada tahun 1907. Pelajaran bahasa Belanda
diberikan kepada siswa di kelas III hingga kelas VI oleh seorang guru dari
bangsa Belanda (Agung dan Suparman, 2012:24).
Pada interaksi
sosial antara kaum-kaum remaja yang mengenyam pendidikan Belanda, mereka lebih
terbiasa terbuka dan menggunakan bahasa Belanda dalam percakapan sehari-hari.
Penggunaan bahasa daerah dianggap tidak relevan dalam kegiatan-kegiatan formal
seperti dalam forum pembelajaran. Bahkan penggunaan bahasa Belanda pun juga
dilakukan pada kegiatan-kegiatan informal sebagai lambang intelektualitas
mereka (Soekiman, 2011:37).
Pendidikan
penggunaan bahasa Belanda kemudian meluas pada kehidupan sosial masyarakat
pribumi. Bahkan untuk golongan masyarakat yang bekerja sebagai seorang pelayan
atau pesuruh dengan seorang Belanda sebagai majikan mereka, mereka pun pada
akhirnya memahami penggunaan bahasa Belanda. Meski secara dialek atau
pengucapan, bahasa Belanda yang dituturkan oleh mereka tidak sama persis dengan
dialek atau pengucapan orang Belanda asli. Penggunaan bahasa Belanda di
kalangan pribumi mencapai 5.000 orang dan 75% di antaranya merupakan orang
Jawa. Suratno (2013:29 dan 102) mengatakan,
Orientasi pribumi terhadap bahasa
Belanda dapat dibedakan dalam beberapa kategori. Pertama, dilihat dari wujud
bahasa Belanda, pribumi (a) meniru dengan menggunakan kosa kata bahasa Belanda
secara utuh, termasuk peniruan bahasa yang tidak sempurna, dan (b) melakukan
penyesuaian dengan sistem bahasa Jawa. Kedua, dilihat dari corak pemakaian
bahasa Belanda oleh pribumi, penggunaan bahasa Belanda pada orang Jawa dapat
dibedakan atas (a) pemakaian kosa kata yang bersifat praktis (lazim) oleh
pribumi pengajaran atau priyayi modern, (b) pemakaian kata sapaan Belanda, (c)
pemakaian bahasa Belanda dalam komunikasi keseharian, dan (d) pemakaian bahasa
Belanda dalam komunikasi tidak langsung.
Dalam melakukan
percakapan sehari-hari antara masyarakat pribumi pun terkadang juga menggunakan
bahasa Belanda yang sudah bercampur dengan bahasa lokal. Soekiman (2011:22-24)
menyebutkan bahwa sejak akhir abad ke-18 hingga awal abad ke-20 sudah ada
pembauran antara bahasa Melayu dengan bahasa Belanda. Pembauran bahasa ini
dimulai dari bahasa yang digunakan oleh keluarga dari golongan pegawai-pegawai
pemerintah Belanda dalam komunikasi sehari-hari kemudian turut digunakan pula
oleh golongan masyarakat Indo-Belanda. Awalnya, bahasa ini berkembang di
Batavia kemudian menyebar hingga ke Jawa Tengah dan Jawa Timur. Proses
pembauran ini kemudian memunculkan istilah bahasa Pijin atau bahasa campuran
yang biasanya digunakan oleh orang-orang Belanda yang memiliki ibu dari suku Jawa,
atau orang-orang turunan China, dan Timur Asing.
Percampuran
bahasa di Jawa disebut dengan bahasa
Pecuk (Petjoek) yang umum digunakan
di daerah Semarang dan sekitarnya sebelum masa Perang Dunia II. Namun, terdapat
perbedaan penggunaan bahasa Pecuk di daerah-daerah di pulau Jawa. Misalnya, di
Batavia penggunaan bahasa Pecuk mengandung unsur bahasa Melayu dan Cina, di
Bandung mengandung unsur bahasa Sunda, di Surabaya mengandung unsur bahasa Jawa
dan Madura.
Bahasa Pecuk
umumnya digunakan oleh golongan dari kelas bawah atau golongan masyarakat
berdarah campuran Indo-Belanda atau bahkan oleh masyarakat Belanda yang
terbuang dari golongannya. Meski bahasa ini terkenal sebagai bahasa untuk kaum
kelas bawah, bahasa ini juga populer di kalangan kaum kelas atas. Namun, ada
larangan keras bagi golongan kelas atas untuk menggunakan bahasa Pecuk dalam
komunikasi di dalam rumah karena dianggap tidak sopan atau hina.
Ketidaksesuaian penggunaan bahasa Pecuk di lingkungan keluarga golongan atas
didasarkan pada sebuah anggapan bahwa bahasa Pecuk adalah bahasa yang digunakan
oleh masyarakat dari kulit berwarna dimana masyarakat tersebut dalam
stratifikasi sosialnya berada di kalangan lebih rendah dari golongan masyarakat
kulit putih (Eropa). Berikut ini adalah contoh percakapan dalam bahasa Pecuk
yang dikutip dari Het Javindo, De Verboden Taal karya De Gruiter (dalam
Soekiman, 2011:25).
![]() |
KESIMPULAN
Bahasa Belanda adalah salah satu
anak bahasa yang berasal dari salah satu induk bahasa yang terbesar di dunia
yaitu Indo-Eropa yang tersebar di hampir seluruh benua Eropa. Sebagai anak
bahasa yang serumpun dengan bahasa yang lain seperti bahasa Jerman dan bahasa
Inggris, bahasa Belanda memiliki kemiripan karakter dengan keduanya khususnya
bahasa Jerman. Di beberapa daerah di Belanda, bahasa Belanda pun memiliki
dialek-dialek yang berbeda. Tidak hanya itu, dalam sejarahnya bahasa Belanda
mengalami beberapa perkembangan antara lain Old Dutch, Middle Dutch, dan Dutch
yang digunakan pada masa kini. Perkembangan selanjutnya di Indonesia adalah
penggunaan kata serapan bahasa Belanda yang begitu banyak dan masih digunakan
dalam percakapan sehari-hari di Indonesia. Pada masa penjelajahan samudera
untuk mendapatkan rempah-rempah, bangsa-bangsa Belanda kemudian berlayar hingga
ke kepulauan Nusantara. Mereka membawa serta pengaruh bahasa mereka yang
kemudian diajarkan secara luas kepada golongan bangsawan di bangku pendidika.
Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa kaum pribumi dari kalangan bawah pun
dapat berbahasa Belanda, hanya saja diucapkan sesuai pelafalan bahasa daerah.
Percampuran bahasa Belanda dan bahasa daerah, khususnya Jawa, kemudian disebut
sebagai Bahasa Petjuk. Pengaruh bahasa Belanda dalam kehidupan sosial
masyarakat pribumi pada masa kolonial pun cukup besar.
DAFTAR RUJUKAN
Agung, Leo. Suparman. 2012. Sejarah Pendidikan. Yogyakarta: Penerbit
Ombak.
Beekes,
Robert, S. P. 2011. Comparative
Indo-European Lingusitic An Introduction. Amsterdam: John Benjamin
Publishing Company.
Chapman,
Malcolm. 1992. The Celts: The
Construction of a Myth. Great Brittain: The Macmillan Press LTD. Dari
LinkSpringer, (Online) http://link.springer.com/chapter/10.1057/9780230378650_2#page-1,
diakses pada 20 September 2016.
Heeringa, Wilbert. Nerbonne, John. 2002.
Dialect Areas and Dialect Continua.
Cambridge University Press, (Online), 13(2001): 375-400 (http://search.proquest.com/results/588F53A04BD74ADFPQ/1?accountid=38628)
diakses pada 25 September 2016.
Honthorst, Albert van. Novia, Windy. 2010.
Kamus Praktis Belanda-Indonesia
Indonesia-Belanda. Surabaya: Kashiko Publisher.
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta:
Penerbit Rineka Cipta.
Poesponegoro, Marwati Djoened. Dkk.,
2009. Sejarah Nasional Indonesia Jilid IV.
Jakarta: Balai Pustaka.
___________. 2009. Sejarah Nasional Indonesia Jilid V. Jakarta: Balai Pustaka.
Puspaningtyas,
Lida. Nursalikah, Ani. 2015. Terpetakan!
Jumlah Populasi Bahasa di Seluruh Dunia, Dimana Posisi Indonesia? (Online) http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/15/12/29/o02mbk366-terpetakan-jumlah-bahasa-di-seluruh-dunia-dimana-posisi-indonesia
diakses pada 20 September 2016.
Soekiman, Djoko. 2011. Kebudayaan Indis. Jakarta: Komunitas
Bambu.
Sumarsono. 2014. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Suratno, Pardi. 2013. Masyarakat Jawa & Budaya Barat: Kajian
Sastra Jawa Masa Kolonial. Yogyakarta: Penerbit Adi Wacana.
Wikipedia. 2016. Rumpun Bahasa, (Online) https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:IndoEuropeanTree.svg
diakses pada 20 September 2016.
_________.
2016. Old Dutch, (Online) https://en.wikipedia.org/wiki/Old_Dutch#Relation_to_Middle_Dutch
diakses pada 20 September 2016.
Willems, Matthieu., Dkk., 2016. Using Hybridization Networks to Refrace the
Evolution of Indo-European Languages. BMC Evolutionary Biology. Dari
Bookmetrix, (Online) http://www.bookmetrix.com/detail/chapter/3e5226bc-686e-4b0e-81c9-1ff165e49ada#citations,
diakses pada 20 September 2016.
Terimakasih telah berbagi, Wara.
BalasHapusIni sangat berguna!
Terimakasih :)
Hapusini bagus banget dan berguna. sayangnya tidak ada bentuk word/pdf nya
BalasHapusBentuk word/pdf tidak untuk saya bagikan. Terima kasih sudah meluangkan waktu unt membaca catatan saya :)
Hapusbagaimana dengan bahasa javindo? seperti apa contoh kosa katanya? apakah berbeda dgn bhs petjok?
BalasHapusWah, saya baru dengar ada istilah bahasa Javindo, coba saya cari-cari infonya lagi. Jika anda punya informasi lebih, boleh dibagi di sini.. terima kasih 😊
Hapus