Pernah merasa seolah kau punya dunia sendiri? Dimana hanya ada kamu dan duniamu sendiri yang mampu mengerti kamu. Merasa terasing hanya ketika berada di suatu tempat dan bertemu orang-orang baru. Tidak pernah memahami apa yang sedang dibicarakan orang lain hanya karena kebetulan mereka tidak sedang membicarakan sesuatu yang mungkin tidak menarik bagimu atau tidak bisa kamu pahami.
Pernah merasa dirimu berbeda? Hanya karena mungkin kamu tidak bisa mengerti apa yang orang lain pikirkan, dan kamu tahu mereka pun juga tidak akan pernah bisa memahami apa yang kamu pikirkan. Perasaan yang seperti terasing hanya karena kamu tidak bisa menjadi seperti mereka atau setidaknya menjadi bagian dari mereka. Perasaan-perasaan semacam itu.
Kamu lebih banyak diam. Karena mungkin apa yang kamu ingin bicarakan tidak akan disambut orang lain dengan antusias, atau karena kamu tidak tahu apa yang harus kamu katakan hanya untuk bisa menjadi bagian dari mereka. Kamu senang untuk menghabiskan waktu dengan dirimu sendiri karena kamu tidak perlu mencemaskan apa yang mungkin orang lain akan pikirkan tentangmu. Dan kamu bisa bebas menjadi apapun yang kamu inginkan. Menjadi unicorn misalnya? Alien? Atau apapun hal konyol tentang dirimu yang tak pernah kamu tunjukan pada orang lain karena mungkin mereka tidak mau menerima dirimu yang apa adanya itu. Atau kamu memilih diam karena cemas orang lain akan merasa terganggu dengan dirimu yang sesungguhnya. The originally you.
Sering merasa tidak dilibatkan dalam pembicaraan karena mereka tahu kamu mungkin tidak berada pada porsi atau posisi untuk tahu, sedangkan kamu di situ, di tengah-tengah pembicaraan itu. Well, kamu diam karena memang tidak tahu apa yang sedang mereka bicarakan, kemudian kamu pun memilih untuk melipir pergi. Kembali lagi ke dunia mu sendiri.
Tidak pernah bercerita banyak pada orang lain, kecuali satu--hanya SATU--yang paling tahu semua rahasiamu, yang kamu anggap sebagai belahan dari dirimu sendiri. Entah itu teman atau orang tuamu sendiri, meski ironisnya, posisi sebagai belahan dari dirimu sendiri cenderung ada pada diri teman dibandingkan orang tuamu.
Kamu diam karena orang lain mungkin sering salah memahamimu. Orang lain mengira kamu diam karena marah, padahal sebenarnya you just want to observe and keep your voice untuk menghindari kesalahpahaman dari orang lain ketika mengungkapkan apa yang sedang kamu rasakan. Tetapi sekalipun kamu diam, orang lain pun tetap salah memahamimu.
Orang lain mencoba menebak-nebak tentangmu, dan ketika mereka menebak mereka bertindak seolah mereka TAHU kamu. Mereka MEMAHAMIMU. Padahal sejatinya tidak. Tebakan mereka salah dan mereka belum cukup memahami atau setidaknya MENGENALMU. Itulah kenapa kamu memilih diam. Sekali lagi, mungkin karena sekalipun kamu berbicara ataupun diam, itu tidak pernah cukup membuat orang lain memahamimu.
Jangankan berbicara. Melalui tulisan pun, mungkin mereka juga akan salah memahamimu.
Kemudian suatu hari, ada keinginan dari dalam dirimu untuk mencoba keluar dari sangkarmu sendiri. Mencoba membaur dengan mereka--meskipun cukup sulit bagimu--tapi pada akhirnya kamu menjadi bagian dari diri mereka (hooray!) meski tidak pernah terlibat dalam percakapan apapun.
Kamu mencoba membaur dengan memasangkan telinga, karena kamu tahu jika bicara tak pernah bisa membuatmu menjadi bagian dari diri mereka, setidaknya kamu bisa mendengarkan segala keluh kesah mereka dan membuat mereka merasa kamu akan selalu ada untuk mereka, and that's enough for you.
Aku mengalaminya di tahun-tahun terakhir. Dimana aku tidak pernah merasa dekat dengan teman sekelasku sendiri, aku selalu menarik diri dari mereka hanya karena aku dan mereka tidak pernah sepaham seiya sekata. Kemudian ketika aku menjadi mahasiswa, memiliki teman-teman baru, aku mencoba untuk membuka diriku. Awalnya hanya sedikit, kemudian kubuka semakin lebar. Hasilnya adalah, sekalipun aku tak pernah terlibat pembicaraan dengan mereka aku masih menjadi bagian dari mereka, dari guyonan mereka, hanya dengan memasang telinga.
Aku memutuskan untuk menguji sejauh mana aku bisa keluar dari sangkarku dengan memperluas my social circle. Aku bergabung dalam suatu komunitas yang sesuai dengan hobiku, dan sekalipun aku tak pernah paham apa yang mereka bicarakan (karena jujur saja aku baru pertama kali tergabung dalam suatu organisasi, sedangkan yang lain sudah lebih dulu memiliki banyak pengalaman dalam organisasi), setidaknya aku punya wadah untuk menyalurkan hobiku. And, once again, that's enough for me.
I know, sebagian dari kalian mungkin akan berpikiran bahwa aku tidak seharusnya seperti ini. Aku harus mengikuti lebih banyak organisasi untuk lebih memperluas lingkarang sosial, aku harus terlibat dalam lebih banyak kegiatan, aku harus banyak bergerak/jumpalitan/berlarian ke sana ke mari untuk bertemu banyak orang. But, let me tell you something, saran-saran semacam itu memang baik sekali untukku hanya saja aku memiliki caraku sendiri dan aku yang paling tahu seberapa keras aku perlu mencoba dan seberapa jauh aku akan berlari nantinya.
Well, mungkin tulisan ini cenderung menjadi semacam curhat. But for all of you readers, siapapun yang mungkin sedang membaca ini dan merasa ada di posisi yang sama, you know you are not alone. You have your own world? That's normal. Berusaha untuk membuka diri pada dunia baru pun tidak pernah mudah, tetapi tidak ada salahnya mencoba. Tidak ada yang salah untuk hanya memiliki satu atau dua orang teman karena kamu selektif, dan karena memang tidak semua orang harus dan akan mengenal serta memahamimu sebaik temanmu itu :)
The Introvert Thinker adalah blog yang berisi tulisan-tulisan seputar opini dan diary dari penulisnya yang memang introvert. Akan ada beberapa tulisan yang muncul dari telur-telur ide yang kebetulan terlintas dan ingin dituliskan oleh pemilik blog ini. Apapun itu. Yang paling penting, blog ini adalah media untuk pemiliknya memposting tulisan-tulisannya yang memang ingin dibaca banyak orang, sesedehana apapun tulisannya. Enjoy reading :)
Selasa, 21 November 2017
Minggu, 29 Oktober 2017
Malamku Kini Penuh
Menjadi seseorang yang menunggu malam hanya untuk menuliskan untaian kata terkadang amat membosankan. Seolah hidupku bergantung pada malam. Kemudian aku sadar bahwa, kata-kata yang selalu tersendat untuk kutuliskan bukan karena malamku yang tak kunjung datang. Malamku datang tiap hari. Tetapi rasa bosan untuk menyentuhkan jemariku disela-sela huruf ini terasa begitu berat.
Malamku sudah lama menjadi berbeda. Bagiku, malam selalu membawaku ke berbagai suasana yang berbeda. Setahun belakangan ini, malamku bergelora. Ia meliukkan rindu, membagi ruang dan waktuku hanya untuk merenungkan satu hal, meniupkan impian-impian baru akan masa depan. Ia tidak lagi menutup mataku untuk satu hal yang telah lama jauh tertinggal, tetapi aku menolak untuk menerima kenyataan itu. Ia telah lama tidak memakukan harapanku pada banyak hal yang telah lama luruh. Dan ia telah berhenti menahan siang agar lama hadir dan membuyarkan suasana-suasana yang sering menyelinap datang.
Malam selalu membuatku banyak berpikir dan membayangkan berbagai hal. Menatap masa depan rasanya lebih mantab jika kulakukan sambil berbaring mendengar suara-suara malam. Merindukan seseorang rasanya bisa lebih menyenangkan jika kurasakan ketika menatap kegelapan dan hening yang menyelimuti sekitar.
Rasa kehilangan juga sempat menemaniku berbincang dengan malam. Namun kini, malamku tak pernah lagi terasa kosong. Kehilangan itu berganti menjadi rasa yang terisi penuh. Sesekali ia begitu penuh hingga rasanya malam tidak sanggup menampung, dan harus berbagi dengan siang. Siangku pun akhirnya mulai terisi pula.
Terisi oleh kenyataan bahwa Tuhan menggantikan kehilanganku dan aku sangat menyadarinya.
Malamku kini penuh renungan bahwa Tuhan benar-benar tidak pernah mengambil apapun yang dari makhluk-Nya. Ia hanya akan menggantinya dengan hal lain yang lebih tepat dan lebih baik. Misalnya kehadiran orang lain. Aku menyadari beberapa hal yang membuatku sempat mengira bahwa kehadiran orang yang lama sudah tepat, tetapi Tuhan punya keyakinan lain. Aku bertanya pada diriku sendiri, dan bertanya dalam diam pada Tuhan ketika ia tiba-tiba menghilangkannya, kenapa ia cepat sekali menjauh? Kenapa sekarang rasanya berbeda?
Kemudian Tuhan menjawab dengan memberiku kehadiran akan orang yang lain. Kehadiran yang tak pernah kupikirkan sebelumnya. Dan ketika ia hadir mengisi tempat yang kosong di malamku, aku menyadari kehadirannya ternyata telah mengembalikan harapan-harapan dan impian-impianku akan masa depan.
Malamku berubah. Ia kini liat menghadirkan impian-impian baruku yang lebih hidup. Aku kini menyadari bahwa harapan-harapanku di malam-malam yang lama, bersama seseorang yang lama, hanyalah harapan-harapan kosong. Namun kini, malam-malamku bermandikan harapan yang lebih nyata dan bersamanya kurasa aku akan bisa lebih kuat untuk berjuang meraih harapan itu.
Hal apa yang lebih patut disyukuri ketika Tuhan menghadirkan seseorang yang akan menemani dan membawamu menuju harapan yang lebih nyata?
Dan untukmu yang telah Tuhan hadirkan, a man with everything in his eyes, terima kasih karena sudah mau hadir dan singgah. Kali ini singgahlah lebih lama, dan selamanya :)
Malamku sudah lama menjadi berbeda. Bagiku, malam selalu membawaku ke berbagai suasana yang berbeda. Setahun belakangan ini, malamku bergelora. Ia meliukkan rindu, membagi ruang dan waktuku hanya untuk merenungkan satu hal, meniupkan impian-impian baru akan masa depan. Ia tidak lagi menutup mataku untuk satu hal yang telah lama jauh tertinggal, tetapi aku menolak untuk menerima kenyataan itu. Ia telah lama tidak memakukan harapanku pada banyak hal yang telah lama luruh. Dan ia telah berhenti menahan siang agar lama hadir dan membuyarkan suasana-suasana yang sering menyelinap datang.
Malam selalu membuatku banyak berpikir dan membayangkan berbagai hal. Menatap masa depan rasanya lebih mantab jika kulakukan sambil berbaring mendengar suara-suara malam. Merindukan seseorang rasanya bisa lebih menyenangkan jika kurasakan ketika menatap kegelapan dan hening yang menyelimuti sekitar.
Rasa kehilangan juga sempat menemaniku berbincang dengan malam. Namun kini, malamku tak pernah lagi terasa kosong. Kehilangan itu berganti menjadi rasa yang terisi penuh. Sesekali ia begitu penuh hingga rasanya malam tidak sanggup menampung, dan harus berbagi dengan siang. Siangku pun akhirnya mulai terisi pula.
Terisi oleh kenyataan bahwa Tuhan menggantikan kehilanganku dan aku sangat menyadarinya.
Malamku kini penuh renungan bahwa Tuhan benar-benar tidak pernah mengambil apapun yang dari makhluk-Nya. Ia hanya akan menggantinya dengan hal lain yang lebih tepat dan lebih baik. Misalnya kehadiran orang lain. Aku menyadari beberapa hal yang membuatku sempat mengira bahwa kehadiran orang yang lama sudah tepat, tetapi Tuhan punya keyakinan lain. Aku bertanya pada diriku sendiri, dan bertanya dalam diam pada Tuhan ketika ia tiba-tiba menghilangkannya, kenapa ia cepat sekali menjauh? Kenapa sekarang rasanya berbeda?
Kemudian Tuhan menjawab dengan memberiku kehadiran akan orang yang lain. Kehadiran yang tak pernah kupikirkan sebelumnya. Dan ketika ia hadir mengisi tempat yang kosong di malamku, aku menyadari kehadirannya ternyata telah mengembalikan harapan-harapan dan impian-impianku akan masa depan.
Malamku berubah. Ia kini liat menghadirkan impian-impian baruku yang lebih hidup. Aku kini menyadari bahwa harapan-harapanku di malam-malam yang lama, bersama seseorang yang lama, hanyalah harapan-harapan kosong. Namun kini, malam-malamku bermandikan harapan yang lebih nyata dan bersamanya kurasa aku akan bisa lebih kuat untuk berjuang meraih harapan itu.
Hal apa yang lebih patut disyukuri ketika Tuhan menghadirkan seseorang yang akan menemani dan membawamu menuju harapan yang lebih nyata?
Dan untukmu yang telah Tuhan hadirkan, a man with everything in his eyes, terima kasih karena sudah mau hadir dan singgah. Kali ini singgahlah lebih lama, dan selamanya :)
Sabtu, 01 Juli 2017
Unspoken Promises: A Man with Everything in His Eyes
Aku menyukai matanya.
Dua bola mata yang menyimpan segalanya. Begitu dalam seolah
jika aku menatapnya lama aku akan tenggelam hingga ke dasar-dasarnya. Menemukan
segala jawaban yang selama ini hanya berani kutanyakan pada diriku sendiri,
dalam hati, tanpa berani kuutarakan. Menemukan semua hal yang selama ini
disimpannya rapat tanpa ada orang lain yang tahu.
Pertama kali bertemu, kedua mata itu adalah hal pertama
yang menarik perhatianku. Membuatku ingin menatapnya lama. Mengadukan
pandanganku cukup dalam hingga menembus retinanya dan mengaduk segala hal yang
ingin kutemukan di balik kedua kelopak matanya.
Terkadang kulihat kedua bola mata itu bersinar. Meletupkan
semangat yang secara ajaib menular padaku. Ada sesuatu di balik mata itu yang
menggelegak ingin keluar: semangat yang berapi-api.
Terkadang kedua bola mata itu berkerling jahil.
Menyampaikan serangkaian lelucon yang menyegarkan. Mengundang tawaku yang
selalu tanpa sempat kutahan meledak begitu saja. Mata yang begitu jenaka yang
selalu saja membuatku merasa begitu baik hingga rasanya aku sanggup melupakan
semua kesedihanku sendiri.
Sesekali aku sempat merasa takut. Kedua mata itu pernah
kutangkap sedang mengukung kobaran api yang menyala-nyala. Ada kemarahan yang
dipenjarakan di sana. Ada dendam akan masa lalu yang seolah ingin segera
dilepaskan. Seolah ada kotak Pandora di balik kedua tatapannya yang menuntut
untuk segera dibuka. Aku merasa menyusut menjadi begitu kecil dan seluruh dunia
menjadi jauh lebih besar dari yang sanggup kuhadapi ketika melihat sorot
matanya yang demikian.
Tetapi, dari sekian kesan yang kudapat dari sepasang kedua
mata yang menarik itu adalah sebuah kesan yang seolah ingin menarikku ke
dalamnya. Berdiam diri di dalam kedua bola matanya, meringkuk senyaman mungkin,
dan menghabiskan hari-hariku di sana. Tatapan yang tidak mengintimidasi, yang
tidak membuat siapapun ingin menarik diri, tetapi tatapan yang seolah
menjanjikan segala kenyamanan.
Pernah suatu ketika aku melihat kedua bola matanya sedang
menyalurkan segala janji yang tidak bisa diucapkan. Janji yang barangkali jika
aku bisa menyelami tatapannya lebih jauh, adalah janji tentang kenyamanan.
Kedua bola mata itu, anehnya, terasa bisa memelukku. Aku nyaman berada di sana.
Aku merasa aman dan terlindungi.
Aku tak tahu bahwa hanya dengan kedua bola mata itu aku bisa
merasa demikian.
Aku sangat menyukai matanya.
Barangkali memang tidak baik mengimpikan kenyaman yang
sederhana hanya dengan melihat kedua matanya. Tetapi, jika aku boleh merindukan
sesuatu tentangnya, aku merindukan matanya. Selalu kedua matanya.
Mata yang memiliki segalanya, yang tidak menjanjikan apapun
selain kenyamanan yang sederhana, dan itu lebih dari yang kubutuhkan saat ini.
Kedua bola mata yang memberikan candu akan secangkir coklat
di genggaman tangan di tengah musim dingin.
Sepasang mata yang membuat anak kecil tak takut akan gelap
ketika lilin yang dinyalakannya terbakar habis.
Sepasang mata yang menyediakan tempat berteduh di sela-sela
hujan.
Sepasang mata yang seperti bola dunia beserta segala
rahasia yang ditanamkan Tuhan di dalamnya.
Sepasang mata yang tidak sanggup kuabaikan, barangkali,
selamanya.
Sepasang mata itu, saat ini sedang kurindukan. Teramat
sangat.
Jumat, 09 Juni 2017
What A Best Thing that You Should Do at Least Once in a Lifetime?
Good morning, Everyone! This is my first note that I wrote in English and I don't know is it better enough to be posted or not. But I think that by writing my notes in English will help my note to be read by everyone around the world (?) or maybe it could help me to improve my writing skill.
So, Guys, It's still early morning and I've sat down near the window with a laptop in front of me. Ready to write something that I wish for I could do at least once in my lifetime.
Some people talked about what's crazy thing that you should do in your teenage moments. Sometimes the things are some cliche things like have a crush, a first kiss, hit your Daddy's car into the tree, or lie to your Mom to get more pocket money. Well, that's not the best things that you should do at least once in a lifetime. That things maybe you HAVE DONE in many times in your life.
So, today I will make some lists about something that I should do at least once in a lifetime. Those best things are:
1. Have My Own Library
I love books. Well, not all the kind of books but I love to read to escape from my real world. If I read a fantasy book it bursts my imagination into the high level like I could really know what's the author tell into the story. I love to meet a dragon and a warrior and see him fighting for a Princess in the castle. I like to see a fantasy world inside my head with its fantasy creatures. My friend once told me that he really don't understand why I love fantasy books and said that I'm a genius person. So, I asked him back because I'm not sure the reason why he said that I'm genius? I don't read some kind of intelectual book like what he did (He loves philosophy books too much and I think he's the smartest guy in my college department). My friend answered my question by saying "Well, imagination is the highest intelectual like what Albert Einstein ever said." And then he said to me that it's hard for him to read a thick fantasy book. Well, all those opinions about a smart person based on the book that he read is a subjective point of view, I guess.
2. Step My Foot To a Place in Every Islands of Indonesia
I ever wonder how and when I could start to make a trip around Indonesia, my own country. It's the biggest archipelago state in the world and as its citizens is a big dream for me to visit Sumatra, Borneo, Sulawesi, Maluku, Papua, and all! The other reason to visit those Islands is to make a direct-contact with those different cultures, to meet the people, to learn new things, and to be more respect with the difference around me.
3. Enjoy the Sunrise in Merauke and the Sunset in Sabang
For me, sunrise is a magical moment in the morning. It shows me a new hope with a new journey that I should make. I like to spend so much time in the morning to enjoy sunshine everytime I opened my window. It's so warm and remind me about my dreams. I don't know how could a sunshine reminds me about my dreams but it does. Sunset for me is a sign to be thankful about what have I got in a whole day. I thank for healthiness, for laugh, and for surround by people who love me. To be thankful is a sign for me to always believe in God for every mercy that He gave to me.
4. Visit Village and Tulip Garden of Holland
If I have a chance to visit Europe I would choose Holland to be the country that I'll visit first. I don't know how my first chance come but I always tell myself to believe that the chance will come unpredictable. I ever asked myself, "Why Holland?". And as long as I could remember I want to visit Holland because we have a related history. I want to know the history behind a country which ever made a colonization in my own country many years ago. The places that I want to visit the most is Giethoorn and Keukenhof. Giethoorn is a village in Holland with no cars. People only allowed to use bicycle or boat or walking to visit another place. And Keukenhof is the the place where you can find tulips everywhere-So many tulips if you visit that place on April! I can imagine that those places must be the most beautiful place that I will visit oneday.
5. Find A Man who Makes My-Best-Things Come True
I think it won't fun if I do my best things in the best place alone. I need another person to accompany me and there's no special person but a man who will make my-best-things in mylife come true. And to find a man like that should be the once in my lifetime. No other. There's no amazing moment except visit new place, do crazy things, make some road trips with the one you love the most.
Well, there are five best things that I, or maybe you guys, should do at least once in a lifetime. Those lists are more like goals and that my goals which I should fighting for. If I reread my lists I guess the last list should be the first list. But it's okay if I'll do my four lists above by myself. The last one will follow, oneday. I hope so. Hahahaha.
Alright, Guys. This is the end of my note today. Sorry if I haven't writing well because it's my first time to write in English. I'll make another note in English again, someday. Thank you for reading my note and I hope your best things will come soon. See ya!
So, Guys, It's still early morning and I've sat down near the window with a laptop in front of me. Ready to write something that I wish for I could do at least once in my lifetime.
Some people talked about what's crazy thing that you should do in your teenage moments. Sometimes the things are some cliche things like have a crush, a first kiss, hit your Daddy's car into the tree, or lie to your Mom to get more pocket money. Well, that's not the best things that you should do at least once in a lifetime. That things maybe you HAVE DONE in many times in your life.
So, today I will make some lists about something that I should do at least once in a lifetime. Those best things are:
1. Have My Own Library
I love books. Well, not all the kind of books but I love to read to escape from my real world. If I read a fantasy book it bursts my imagination into the high level like I could really know what's the author tell into the story. I love to meet a dragon and a warrior and see him fighting for a Princess in the castle. I like to see a fantasy world inside my head with its fantasy creatures. My friend once told me that he really don't understand why I love fantasy books and said that I'm a genius person. So, I asked him back because I'm not sure the reason why he said that I'm genius? I don't read some kind of intelectual book like what he did (He loves philosophy books too much and I think he's the smartest guy in my college department). My friend answered my question by saying "Well, imagination is the highest intelectual like what Albert Einstein ever said." And then he said to me that it's hard for him to read a thick fantasy book. Well, all those opinions about a smart person based on the book that he read is a subjective point of view, I guess.
2. Step My Foot To a Place in Every Islands of Indonesia
I ever wonder how and when I could start to make a trip around Indonesia, my own country. It's the biggest archipelago state in the world and as its citizens is a big dream for me to visit Sumatra, Borneo, Sulawesi, Maluku, Papua, and all! The other reason to visit those Islands is to make a direct-contact with those different cultures, to meet the people, to learn new things, and to be more respect with the difference around me.
3. Enjoy the Sunrise in Merauke and the Sunset in Sabang
For me, sunrise is a magical moment in the morning. It shows me a new hope with a new journey that I should make. I like to spend so much time in the morning to enjoy sunshine everytime I opened my window. It's so warm and remind me about my dreams. I don't know how could a sunshine reminds me about my dreams but it does. Sunset for me is a sign to be thankful about what have I got in a whole day. I thank for healthiness, for laugh, and for surround by people who love me. To be thankful is a sign for me to always believe in God for every mercy that He gave to me.
4. Visit Village and Tulip Garden of Holland
If I have a chance to visit Europe I would choose Holland to be the country that I'll visit first. I don't know how my first chance come but I always tell myself to believe that the chance will come unpredictable. I ever asked myself, "Why Holland?". And as long as I could remember I want to visit Holland because we have a related history. I want to know the history behind a country which ever made a colonization in my own country many years ago. The places that I want to visit the most is Giethoorn and Keukenhof. Giethoorn is a village in Holland with no cars. People only allowed to use bicycle or boat or walking to visit another place. And Keukenhof is the the place where you can find tulips everywhere-So many tulips if you visit that place on April! I can imagine that those places must be the most beautiful place that I will visit oneday.
5. Find A Man who Makes My-Best-Things Come True
I think it won't fun if I do my best things in the best place alone. I need another person to accompany me and there's no special person but a man who will make my-best-things in mylife come true. And to find a man like that should be the once in my lifetime. No other. There's no amazing moment except visit new place, do crazy things, make some road trips with the one you love the most.
Well, there are five best things that I, or maybe you guys, should do at least once in a lifetime. Those lists are more like goals and that my goals which I should fighting for. If I reread my lists I guess the last list should be the first list. But it's okay if I'll do my four lists above by myself. The last one will follow, oneday. I hope so. Hahahaha.
Alright, Guys. This is the end of my note today. Sorry if I haven't writing well because it's my first time to write in English. I'll make another note in English again, someday. Thank you for reading my note and I hope your best things will come soon. See ya!
Sabtu, 06 Mei 2017
Bahasa Petjuk: Bahasa Belanda khas Masyarakat Pribumi Indonesia pada Masa Kolonial
PENDAHULUAN
Belanda adalah
salah satu negara di sebuah benua Eropa yang juga dikenal dengan sebutan
Netherland atau Holland. Negara penghasil susu dan keju ini memiliki ibukota di
Amsterdam dan uniknya merupakan sebuah negara yang memiliki ketinggian di bawah
permukaan air laut, sehingga Belanda perlu melakukan beberapa pengerukan untuk
meninggikan tanahnya agar tidak sering terkena banjir. Negara yang juga
menganut sistem pemerintahan Demokrasi Parlementer ini secara geografis berbatasan
dengan Belgia di selatan, Laut Utara di utara dan barat, dan juga berbatasan
laut dengan Jerman serta Inggris.
Dalam kaidah
antropologi, bahasa merupakan salah satu dari tujuh unsur kebudayaan universal yang
terdiri dari kesenian, religi, mata pencaharian, bahasa, teknologi, ilmu
pengetahuan, dan organisasi sosial (Koentjaraningrat, 2009:164). Dikutip dari
Republika.co.id (Puspaningtyas dan Nursalikah, 2016), diketahui bahwa di dunia
ini terdapat kurang lebih 7.000 bahasa yang digunakan hampir oleh tujuh milyar
orang yang berakar dari beberapa rumpun bahasa. Belum
ada yang tahu pasti induk bahasa utama dari seluruh bahasa di dunia, namun terdapat beberapa rumpun bahasa yang menurunkan
beberapa bahasa-bahasa yang hingga kini masih digunakan. Misalnya saja
Austronesia, Indo-Eropa, Dravida, dan sebagainya.
Rumpun
bahasa Indo-Eropa merupakan salah satu rumpun bahasa yang tersebar di hampir
seluruh belahan dunia khususnya di daratan Eropa.
Rumpun bahasa ini kemudian menurunkan beberapa bahasa salah satunya adalah
Bahasa Belanda. Kemudian dalam pelayaran-pelayaran yang dilakukan oleh para
pedagang Belanda untuk memperoleh rempah-rempah, bahasa ini ikut terbawa hingga
ke kepulauan Hindia Belanda.
Pada masa
kolonialisme, penggunaan bahasa Belanda mulai meluas bahkan hingga ke kalangan
pribumi. Adanya dominasi dari orang-orang Belanda dalam mendirikan kekuasaan di
Hindia Belanda mendorong masyarakat pribumi mau tidak mau untuk turut memahami
penggunaan Bahasa Belanda. Pada masyarakat pribumi, golongan pertama yang mampu
memahami bahkan menggunakan bahasa Belanda adalah golongan para bangsawan. Hal
ini dikarenakan golongan bangsawan merupakan golongan yang lebih sering
berinteraksi dengan orang-orang Belanda dibandingkan dengan golongan dari kelas
menengah ke bawah. Kemampuan mereka dalam menggunakan bahasa Belanda juga turut
didorong dengan adanya pendidikan formal (sekolah) yang menggunakan bahasa
Belanda sebagai bahasa pengantar.
Penggunaan
bahasa Belanda pada masa kolonial di Indonesia kemudian turut mempengaruhi
kehidupan sosial masyarakat pribumi sekaligus dengan gaya hidup mereka. Dalam
kehidupan sosial, bahasa Belanda juga turut digunakan dalam percakapan
sehari-hari, bahasa pengantar di sekolah, bahkan bahasa ini mulai dipahami oleh
kalangan bawah.
Kini jumlah
masyarakat Indonesia yang memahami bahasa Belanda dan menggunakannya secara
fasih mulai berkurang. Tidak seperti pada masa kolonial atau pergerakan dimana
hampir seluruh tokoh intelektual dan beberapa masyarakat pribumi mampu
menguasai bahasa ini secara fasih untuk melakukan diplomasi atau berhubungan
dengan orang-orang Belanda.
PEMBAHASAN
Sejarah, Perkembangan, dan Struktur Bahasa Belanda
Telah disebutkan
sebelumnya bahwa di dunia ini terdapat beberapa rumpun bahasa yang kemudian
menurunkan beberapa cabang bahasa dan dialek yang digunakan oleh seluruh
manusia di dunia. Beberapa di antaranya adalah rumpun bahasa terbesar, salah
satunya yaitu rumpun bahasa Indo-Eropa yang digunakan di hampir seluruh pelosok
dunia, khususnya di benua Eropa.
![]() |
Sumber: Wikipedia, 2016.
Gambar 2.1.1. Peta Persebaran Rumpun Bahasa Indo-Eropa (area yang berwarna hijau tosca) |
Sama seperti
sebuah pohon silsilah dalam suatu keluarga, rumpun bahasa Indo-Eropa kemudian
menurunkan beberapa anak bahasa dan dialek, dimana salah satu di antaranya
adalah bahasa Belanda (Lihat bagan 2.1.1). Rumpun bahasa Indo-Eropa sendiri menurunkan
beberapa cabang bahasa. Berikut ini adalah cabang bahasa dari Indo-Eropa yang
tersebar di beberapa wilayah berdasarkan penemuan teks-teks dalam bahasa
tersebut menurut Beekes (2011:17-30), Indo-Iranian yang digunakan oleh
mayoritas ras Arya; Tocharian (China); Armenian (Yunani); bahasa-bahasa
Anatolian seperti Hitite, Palaic, dan Luwic; Greek (Yunani), Illyrian (Kosovo,
Makedonia sebelah barat, Italia sebelah selatan); Venetic (Italia); Italic; Celtic
(Eropa sebelah tengah); Lucitanian (Portugal dan Spanyol sebelah barat);
Germanic (Norwegia dan Swedia sebelah selatan, Denmark, pesisir Jerman).
![]() |
Bagan 2.1.1. Penurunan Bahasa
Belanda dari Rumpun Bahasa Indo-Eropa
|
Berdasarkan
bagan tersebut diketahui bahwa bahasa Belanda berkerabat dengan bahasa Jerman.
Itulah sebabnya pengucapan dan struktur kedua bahasa ini memiliki kemiripan.
Biasanya pengucapan kata dalam kedua bahasa ini bisa sama, tetapi penulisannya
berbeda, misalnya ‘kursi’ dalam bahasa Belanda disebut stoel dan dalam bahasa Jerman disebut stool, ‘buku’ dalam bahasa Belanda disebut boek dan dalam bahasa Jerman disebut book, atau ‘minum’ dalam bahasa Belanda disebut drinken dan dalam bahasa Jerman disebut trinken. Pada perkembangannya di masa
kini, bahasa Belanda kemudian digunakan sebagai kata serapan dalam bahasa
Indonesia yang masih sering digunakan dalam percakapan sehari-hari.
Ada banyak
sekali kata serapan dalam bahasa Belanda. Menurut kamus praktis Belanda-Indonesia
karya Albert van Honthorst dan Windy Novia beberapa kata serapan di antaranya
adalah pilot, ambulance, antenne, kraan,
kraag, boontjes, dansen, zadel, schakelaar, soup, doker, oom, strijken,
saucijs, netjes, gang, stopfles, gordijn, zuster, tante, dan masih banyak
lagi.
Menurut Chapman
(1992:14), Indo-Eropa lebih umum disebut dengan Indo-Germanic dalam studi yang
dilakukan di Jerman. Teori mengenai Indo-Eropa atau Indo-Germanic juga
menyatakan bahwa rumpun bahasa ini adalah nenek moyang dari hampir seluruh
bahasa modern saat ini. Hampir sama dengan pendapat Beekse, Champ kemudian membagi
rumpun bahasa Indo-Germanic menjadi nenek moyang kelompok bahasa yang lebih
modern seperti Common Germanic, Common Slavonic, Common Celtic, Common Italic,
Common Hellenic, Common Indo-Iranian, dan sebagainya. Cabang bahasa-bahasa ini
kemudian menurunkan bahasa-bahasa yang dikenal saat ini, misalnya cabang bahasa
Common Germanic menghasilkan bahasa Jerman, Belanda, Denmark, Norwegia, dan
Inggris. Berikut ini adalah bagan penurunan bahasa Belanda dari rumpun bahasa
Indo-Eropa menurut Chapman:
![]() |
Bagan 2.1.2.
Cabang-cabang Rumpun Bahasa Indo-Eropa atau Indo-Germanic Menurut
Chapman
|
Sedangkan Willems,
Dkk. (2016:8), memiliki versi lain dari percabangan bahasa Proto-Germanic
hingga ke bahasa Belanda. Salah satu hasil dalam jurnal penelitiannya disebutan
bahwa cabang bahasa Proto-Germanic memiliki dua dialek yaitu West Germanic dan
Old Norse. Pada dialek jenis West Germanic muncullah beberapa dialek bahasa
salah satunya adalah dialek bahasa Belanda mengikuti dialek bahasa yang lain
seperti dialek Inggris, Sranan (di wilayah Suriname), Penn Dutch (Pennsylvanian Deutsch), Jerman, Frisian
(di wilayah Belanda, Jerman, Denmark), Flemish (di wilayah Belgia), dan
Afrikaans (di wilayah Afrika Selatan, Namibia, Botswana, dan Zimbabwe).
Tentunya bahasa
Belanda yang digunakan pada masa kini berbeda dengan masa lampau. Pada abad
ke-5, perkembangan bahasa Belanda baru pada tahap Old Dutch (bahasa Belanda lama). Bahasa Belanda lama ini dituturkan
oleh penduduk yang menempati daerah di Belanda bagian selatan, Belgia bagian
utara, Prancis bagian utara, hulu Sungai Rhine, dan Westphalian di wilayah
Jerman. Penduduk Belanda bagian timur seperti Achterhoek, Overijssel, dan
Drenthe menggunakan bahasa Saxon Lama yang juga memiliki banyak kesamaan dengan
bahasa Belanda Lama (Wikipedia, 2016).
Pada
perkembangannya, di abad ke-9 bahasa Belanda lama (Old Dutch) berubah menjadi bahasa Belanda pertengahan (Middle Dutch) sebelum kemudian menjadi
bahasa Belanda yang digunakan hingga kini. Perbedaan tersebut terletak pada
penggunaan huruf vokal yang berada di akhir suku kata (Lihat tabel 2.1.1.).
![]() |
Tabel 2.1.1.
Perbedaan Bahasa Belanda Lama dan Bahasa Belanda Pertengahan
|
Perbedaan lain
yang menunjukkan adanya evolusi dalam bahasa Belanda diambil dari kitab Mazmur
Wachtendonck 55:18. Dalam ayat ini bahasa Belanda Lama memiliki campuran dengan
bahasa Latin (Lihat tabel 2.1.2.).
Dalam suatu
bahasa, biasanya terdapat dialek. Namun perlu dipahami bahwa bahasa dan dialek
adalah dua hal yang berbeda tetapi saling memengaruhi. Adanya suatu perbedaan
dialek dalam sebuah bahasa ditentukan oleh dua hal, yaitu letak geografis dan wilayah
kelompok penuturnya, sehingga ada dua jenis dialek yaitu dialek geografis dan
dialek regional.
Tidak menutup
kemungkinan bahwa percakapan dengan bahasa yang dituturkan oleh dua orang
berdialek berbeda masih bisa saling dimengerti. Hal ini disebabkan karena
dialek merupakan bagian dari bahasa kemudian muncul pemahaman bahwa pemakai
suatu dialek dapat mengerti dialek lain. Misalnya, penggunaan bahasa yang
hampir sama dengan dialek berbeda antara Belanda dan Jerman. Masyarakat yang
tinggal di daerah perbatasan Belanda-Jerman terbiasa menjalin hubungan dengan
masyarakat yang berbeda suku bangsa. Ketika seorang suku bangsa Jerman
menggunakan bahasa Jerman dalam berkomunikasi dengan suku bangsa Belanda, suku
bangsa Belanda tersebut dapat mengerti apa yang diucapkan dan membalasnya
dengan bahasa ibu mereka. Begitupun sebaliknya (Sumarsono, 2014: 21 dan 23).
Heeringa dan
Nerbonne dari Groningen University menggunakan dua puluh tujuh dialek atau
perbedaan pengucapan suatu kata di dua puluh tujuh area berbeda di Belanda
dalam risetnya. Data yang digunakan kedua tokoh ini untuk membandingkan dialek
adalah Reeks Nederlands(ch)e
Dialectatlasen (RND) oleh Blancquaert dan Peé (1925-1982). Jika dua puluh tujuh daerah di Belanda
dengan dialek yang berbeda disebutkan dari ujung utara hingga ke selatan
Belanda, maka dialek-dialek yang berbeda tersebut terletak di Scheema, Veendam,
Eext, Beilen, Ruinen, Koekange, Staphorst, Hasselt, Zalk, Oldebroek, Nunspeet,
Putten, Amersfoort, Driebergen, Vianen, Hardinxveld, Zevenbergen, Oudenbosch,
Roosendaal, Ossendrecht, Clinge, Moerbeke, Lochristi, Nazareth, Waregem,
Zwevegem, dan Bellegem (Heeringa dan Nerbonne, 2002:378). Berikut ini adalah
peta persebaran dialek di dua puluh tujuh wilayah di Belanda,
![]() |
Gambar 2.1.2.
Titik Persebaran Dialek Bahasa Belanda di Belanda
|
Bahasa Petjuk sebagai Bahasa Belanda versi Masyarakat Pribumi Indonesia pada Masa Kolonial
Bahasa Belanda
awalnya dibawa oleh para pedagang dari Belanda yang berlayar di kepulauan
Indonesia untuk melakukan transaksi dengan penduduk pribumi. Para pedagang
Belanda sudah mulai melakukan perdagangan sejak tahun 1595 di Banten dan Sunda
Kelapa (Poesponegoro, Dkk., 2009:29), maka dapat dipastikan pula bahwa pada
tahun tersebut para pedagang Belanda telah melakukan interaksi dengan penduduk
pribumi khususnya tokoh masyarakatnya.
Penggunaan
bahasa Belanda di kalangan pribumi meluas ketika dibukanya sekolah-sekolah yang
menggunakan bahasa Belanda sebagai pengantar dalam melakukan kegiatan belajar.
Pendidikan di Indonesia sudah dibuka sejak abad ke-18 dimana pada abad tersebut
kegiatan pendidikan baru bersifat individu atau perseorangan. Pada abad ke-19
sistem pendidikan diubah menjadi klasikal atau berkelompok. Namun, pendidikan
menggunakan bahasa Belanda baru dimulai di abad ke-20 setelah ditetapkannya
politik etis (Agung dan Suparman, 2012:22).
Politik etis
adalah salah satu upaya untuk
menyejahterakan rakyat Indonesia sebagai salah satu bentuk kritik terhadap
perlakuan pemerintah Belanda terhadap rakyat Indonesia secara semena-mena dan
merugikan rakyat Indonesia baik secara ekonomi maupun sosial. Politik ini
bertujuan untuk mengadakan desentralisasi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat
salah satunya melalui pendidikan (Poesponegoro, Dkk., 2009:22).
Pendidikan yang
dikembangkan di Indonesia berjenjang. Namun, hanya anak-anak dari golongan
bangsawan saja yang memiliki kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang
yang lebih tinggi. Anak-anak dari golongan bangsawan memiliki hak istimewa
untuk bersekolah di Sekolah Belanda untuk kemudian dapat melanjutkannya ke
Sekolah Dokter Java atau Sekolah Pamong Praja. Tentunya, dalam jenis sekolah
semacam itu bahasa yang digunakan adalah bahasa Belanda.
Meluasnya
penggunaan bahasa Belanda ke kalangan masyarakat yang lebih rendah muncul
ketika masyarakat tersebut meminta untuk diberikan kesempatan mendapatkan
pendidikan yang sama. Oleh sebab itu, pemerintah kolonial menerapkan rencana
untuk memasukkan bahasa Belanda dalam pembelajaran di Sekolah Kelas 1 untuk
masyarakat dari golongan bawah pada tahun 1907. Pelajaran bahasa Belanda
diberikan kepada siswa di kelas III hingga kelas VI oleh seorang guru dari
bangsa Belanda (Agung dan Suparman, 2012:24).
Pada interaksi
sosial antara kaum-kaum remaja yang mengenyam pendidikan Belanda, mereka lebih
terbiasa terbuka dan menggunakan bahasa Belanda dalam percakapan sehari-hari.
Penggunaan bahasa daerah dianggap tidak relevan dalam kegiatan-kegiatan formal
seperti dalam forum pembelajaran. Bahkan penggunaan bahasa Belanda pun juga
dilakukan pada kegiatan-kegiatan informal sebagai lambang intelektualitas
mereka (Soekiman, 2011:37).
Pendidikan
penggunaan bahasa Belanda kemudian meluas pada kehidupan sosial masyarakat
pribumi. Bahkan untuk golongan masyarakat yang bekerja sebagai seorang pelayan
atau pesuruh dengan seorang Belanda sebagai majikan mereka, mereka pun pada
akhirnya memahami penggunaan bahasa Belanda. Meski secara dialek atau
pengucapan, bahasa Belanda yang dituturkan oleh mereka tidak sama persis dengan
dialek atau pengucapan orang Belanda asli. Penggunaan bahasa Belanda di
kalangan pribumi mencapai 5.000 orang dan 75% di antaranya merupakan orang
Jawa. Suratno (2013:29 dan 102) mengatakan,
Orientasi pribumi terhadap bahasa
Belanda dapat dibedakan dalam beberapa kategori. Pertama, dilihat dari wujud
bahasa Belanda, pribumi (a) meniru dengan menggunakan kosa kata bahasa Belanda
secara utuh, termasuk peniruan bahasa yang tidak sempurna, dan (b) melakukan
penyesuaian dengan sistem bahasa Jawa. Kedua, dilihat dari corak pemakaian
bahasa Belanda oleh pribumi, penggunaan bahasa Belanda pada orang Jawa dapat
dibedakan atas (a) pemakaian kosa kata yang bersifat praktis (lazim) oleh
pribumi pengajaran atau priyayi modern, (b) pemakaian kata sapaan Belanda, (c)
pemakaian bahasa Belanda dalam komunikasi keseharian, dan (d) pemakaian bahasa
Belanda dalam komunikasi tidak langsung.
Dalam melakukan
percakapan sehari-hari antara masyarakat pribumi pun terkadang juga menggunakan
bahasa Belanda yang sudah bercampur dengan bahasa lokal. Soekiman (2011:22-24)
menyebutkan bahwa sejak akhir abad ke-18 hingga awal abad ke-20 sudah ada
pembauran antara bahasa Melayu dengan bahasa Belanda. Pembauran bahasa ini
dimulai dari bahasa yang digunakan oleh keluarga dari golongan pegawai-pegawai
pemerintah Belanda dalam komunikasi sehari-hari kemudian turut digunakan pula
oleh golongan masyarakat Indo-Belanda. Awalnya, bahasa ini berkembang di
Batavia kemudian menyebar hingga ke Jawa Tengah dan Jawa Timur. Proses
pembauran ini kemudian memunculkan istilah bahasa Pijin atau bahasa campuran
yang biasanya digunakan oleh orang-orang Belanda yang memiliki ibu dari suku Jawa,
atau orang-orang turunan China, dan Timur Asing.
Percampuran
bahasa di Jawa disebut dengan bahasa
Pecuk (Petjoek) yang umum digunakan
di daerah Semarang dan sekitarnya sebelum masa Perang Dunia II. Namun, terdapat
perbedaan penggunaan bahasa Pecuk di daerah-daerah di pulau Jawa. Misalnya, di
Batavia penggunaan bahasa Pecuk mengandung unsur bahasa Melayu dan Cina, di
Bandung mengandung unsur bahasa Sunda, di Surabaya mengandung unsur bahasa Jawa
dan Madura.
Bahasa Pecuk
umumnya digunakan oleh golongan dari kelas bawah atau golongan masyarakat
berdarah campuran Indo-Belanda atau bahkan oleh masyarakat Belanda yang
terbuang dari golongannya. Meski bahasa ini terkenal sebagai bahasa untuk kaum
kelas bawah, bahasa ini juga populer di kalangan kaum kelas atas. Namun, ada
larangan keras bagi golongan kelas atas untuk menggunakan bahasa Pecuk dalam
komunikasi di dalam rumah karena dianggap tidak sopan atau hina.
Ketidaksesuaian penggunaan bahasa Pecuk di lingkungan keluarga golongan atas
didasarkan pada sebuah anggapan bahwa bahasa Pecuk adalah bahasa yang digunakan
oleh masyarakat dari kulit berwarna dimana masyarakat tersebut dalam
stratifikasi sosialnya berada di kalangan lebih rendah dari golongan masyarakat
kulit putih (Eropa). Berikut ini adalah contoh percakapan dalam bahasa Pecuk
yang dikutip dari Het Javindo, De Verboden Taal karya De Gruiter (dalam
Soekiman, 2011:25).
![]() |
KESIMPULAN
Bahasa Belanda adalah salah satu
anak bahasa yang berasal dari salah satu induk bahasa yang terbesar di dunia
yaitu Indo-Eropa yang tersebar di hampir seluruh benua Eropa. Sebagai anak
bahasa yang serumpun dengan bahasa yang lain seperti bahasa Jerman dan bahasa
Inggris, bahasa Belanda memiliki kemiripan karakter dengan keduanya khususnya
bahasa Jerman. Di beberapa daerah di Belanda, bahasa Belanda pun memiliki
dialek-dialek yang berbeda. Tidak hanya itu, dalam sejarahnya bahasa Belanda
mengalami beberapa perkembangan antara lain Old Dutch, Middle Dutch, dan Dutch
yang digunakan pada masa kini. Perkembangan selanjutnya di Indonesia adalah
penggunaan kata serapan bahasa Belanda yang begitu banyak dan masih digunakan
dalam percakapan sehari-hari di Indonesia. Pada masa penjelajahan samudera
untuk mendapatkan rempah-rempah, bangsa-bangsa Belanda kemudian berlayar hingga
ke kepulauan Nusantara. Mereka membawa serta pengaruh bahasa mereka yang
kemudian diajarkan secara luas kepada golongan bangsawan di bangku pendidika.
Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa kaum pribumi dari kalangan bawah pun
dapat berbahasa Belanda, hanya saja diucapkan sesuai pelafalan bahasa daerah.
Percampuran bahasa Belanda dan bahasa daerah, khususnya Jawa, kemudian disebut
sebagai Bahasa Petjuk. Pengaruh bahasa Belanda dalam kehidupan sosial
masyarakat pribumi pada masa kolonial pun cukup besar.
DAFTAR RUJUKAN
Agung, Leo. Suparman. 2012. Sejarah Pendidikan. Yogyakarta: Penerbit
Ombak.
Beekes,
Robert, S. P. 2011. Comparative
Indo-European Lingusitic An Introduction. Amsterdam: John Benjamin
Publishing Company.
Chapman,
Malcolm. 1992. The Celts: The
Construction of a Myth. Great Brittain: The Macmillan Press LTD. Dari
LinkSpringer, (Online) http://link.springer.com/chapter/10.1057/9780230378650_2#page-1,
diakses pada 20 September 2016.
Heeringa, Wilbert. Nerbonne, John. 2002.
Dialect Areas and Dialect Continua.
Cambridge University Press, (Online), 13(2001): 375-400 (http://search.proquest.com/results/588F53A04BD74ADFPQ/1?accountid=38628)
diakses pada 25 September 2016.
Honthorst, Albert van. Novia, Windy. 2010.
Kamus Praktis Belanda-Indonesia
Indonesia-Belanda. Surabaya: Kashiko Publisher.
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta:
Penerbit Rineka Cipta.
Poesponegoro, Marwati Djoened. Dkk.,
2009. Sejarah Nasional Indonesia Jilid IV.
Jakarta: Balai Pustaka.
___________. 2009. Sejarah Nasional Indonesia Jilid V. Jakarta: Balai Pustaka.
Puspaningtyas,
Lida. Nursalikah, Ani. 2015. Terpetakan!
Jumlah Populasi Bahasa di Seluruh Dunia, Dimana Posisi Indonesia? (Online) http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/15/12/29/o02mbk366-terpetakan-jumlah-bahasa-di-seluruh-dunia-dimana-posisi-indonesia
diakses pada 20 September 2016.
Soekiman, Djoko. 2011. Kebudayaan Indis. Jakarta: Komunitas
Bambu.
Sumarsono. 2014. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Suratno, Pardi. 2013. Masyarakat Jawa & Budaya Barat: Kajian
Sastra Jawa Masa Kolonial. Yogyakarta: Penerbit Adi Wacana.
Wikipedia. 2016. Rumpun Bahasa, (Online) https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:IndoEuropeanTree.svg
diakses pada 20 September 2016.
_________.
2016. Old Dutch, (Online) https://en.wikipedia.org/wiki/Old_Dutch#Relation_to_Middle_Dutch
diakses pada 20 September 2016.
Willems, Matthieu., Dkk., 2016. Using Hybridization Networks to Refrace the
Evolution of Indo-European Languages. BMC Evolutionary Biology. Dari
Bookmetrix, (Online) http://www.bookmetrix.com/detail/chapter/3e5226bc-686e-4b0e-81c9-1ff165e49ada#citations,
diakses pada 20 September 2016.
Langganan:
Postingan (Atom)