TA-DA!!
Ya, ampun. Blog ini benar-benar serasa berdebu karena sudah terlalu lama kuabaikan. Maafkan aku yang tiba-tiba jadi malas menulis banyak-banyak ini. Niatnya jadi penulis dan aktif menulis terus tapi apa daya sebagai mahasiswa ternyata kehidupan di sekeliling tugas lebih menyita waktu. Di samping itu sebenarnya ... aku cenderung menunggu momen yang tepat untuk menulis (Oke. Abaikan upaya pembelaan diri barusan).
Jadi, begini. Aku akan mulai bercerita dari bagaimana aku sempat kerepotan hanya untuk membuat tulisan baru. Aku membuka akun blog ini dan sempat kebingungan karena semua postingan tulisanku hilang. Seolah aku harus mulai menulis dari awal lagi. Kupikir aku yang kudet atau apa sampai akhirnya aku harus searching di google to find how to make a new article as a new blogger. Payah sekali. Dan belakangan kusadari bahwa aku membuka akun blog dengan email yang salah. Aku tahu. Memang benar-benar payah.
Dan di sinilah aku sekarang! Sedang bersiap untuk membuat tulisan yang baru mengenai hari-hari sebagai seorang remaja akhir berusia 20 tahunan.
Yap. Aku akan menulis bagaimana rasanya menjadi seorang remaja akhir yang akan menuju gerbang kedewasaan, problem-problem yang mengisi hari-hari selama menjadi remaja usia 20 tahun, dan bagaimana aku menyikapi hal tersebut.
Barangkali memang agak aneh membuat sebuah tulisan motivasi untuk remaja berusia 20 tahun padahal aku sendiri juga sedang mencapai setengah tahun sebagai remaja umur 20 tahun. Tapi, aku merasa perlu membuat tulisan ini karena kupikir tulisan ini akan mewakili kalian wahai remaja-remaja berumur 20 tahunan yang sering dilanda galau.
Oke. Mari kita mulai.
Berusia 20 tahun bagiku memang tidak mudah. Seringkali aku merasa bahwa di usia yang seharusnya sudah disebut sebagai dewasa ini aku harus mampu bersikap layaknya orang dewasa yang sesungguhnya. Dan itu memang benar. Memang benar kita harus melatih diri kita untuk menjadi dewasa. Tapi, seringkali ada perasaan bahwa menjadi dewasa itu membosankan. Benar, kan? Kita harus membuat sebuah keputusan yang tepat, harus menyembunyikan segala emosi (sedih, kecewa, marah) agar terlihat lebih dewasa. Karena katanya orang dewasa adalah orang yang bisa mengendalikan emosinya. Asal tahu saja, menyembunyikan emosi itu terkadang susah.
Sering juga kurasakan bahwa menjadi remaja akhir berusia 20 tahun aku menghadapi berbagai permasalahan dalam diriku. Sebut saja ketika kita menginginkan sesuatu dimana kita tahu bahwa kita tak memiliki modal untuk memilikinya. Membeli hape baru, misalnya. Satu-satunya modal kita bersumber dari orang tua. Akan timbul persaingan dalam diri kita semacam "Duh, beli nggak, ya? Butuh hape baru, tapi kalau minta uang ke orang tua kok gak enak? Masa udah gede minta uang terus?"
Sadar atau tidak, perasaan semacam itu akan mendorong kita untuk memilih jalan yang lebih bijaksana. Bukankah menjadi dewasa artinya juga menjadi bijaksana? Sudah bagus ada perasaan bimbang mengenai haruskah minta uang ke orang tua atau tidak. Daripada tidak ada pertimbangan sama sekali. Bagiku, kebimbangan semacam itu membuatku ingin, entah bagaimana, harus punya modal sendiri untuk mendapatkan apa yang kita mau. Misalnya, kerja sampingan atau menabung. Untuk kalian yang pernah merasakan kebimbangan semacam itu, dan berusaha untuk mengambil pilihan yang lebih bijaksana, aku salut dengan kalian.
Permasalah kedua adalah soal 'baper'. Duh, jangan ditanya deh kalau sudah menyangkut tentang kebaperan. Kadang itu gini, ya, kalau semisal kita sedang menonton film sedih atau mendengarkan orang lain menceritakan masalahnya kemudian kita merasa terhanyut, merasa berempati, dan ketika kita berusaha menyampaikan rasa empati tiba-tiba ada yang menyeletuk "Dih, baper banget sih lo?". Rasanya kayak ya-ampun-manusia-macam-apa-sih-yang-ngatain-orang-empati-dengan-kata-baper?!!
Iyap begitu. Khususnya bagi remaja-remaja perempuan berusia 20 tahun semacam saya ini yang sering dilanda baper.
Tak kasih tahu nih ya. Gak ada salahnya jadi baper! Gak ada sama sekali! Baper bukan berarti kalian lemah atau cengeng. Bukan begitu. Baper itu adalah emosi dari dalam diri kalian sendiri ketika kalian membayangkan berada di posisi yang mempermainkan perasaan kalian. Bahasa kerennya empati. Memangnya apa yang salah dengan memiliki empati? Empati itu bagus, kok. Gak bikin dosa juga.
Percaya, deh. Aku sering banget dikatain baper sama orang yang ... well, pernah menjadi masa lalu saya dimana saya masih sedang berusaha move on darinya. Hahaha. Nggak tahu, ya, kenapa ternyata dia nggak suka sama cewek yang baperan. Dan gara-gara itu aku pernah merasa seperti "Ya, ampun. Aku gak tahu kalau menjadi baper itu bisa sebegini dosanya." Tapi kemudian aku pikir-pikir lagi apa yang bikin aku bisa sebegitu bapernya ke dia. Oh, iya. Ternyata dia orangnya memang, ibaratnya, tidak bisa memahami perasaan perempuan. Yap. Dia dingin sekali. Dia memang tidak pernah paham bagaimana berada di posisi seorang perempuan dan tidak paham bagaimana perasaan perempuan itu. Di situ titik terangnya untuk kemudian aku mengubah pola pikirku bahwa, "Bukan salah saya kalau saya baper. Memang kebetulan saja dianya yang tidak bisa memahami perasaan perempuan."
Jadi, aku garis bawahi lagi bahwa menjadi baper alias empati itu TIDAK DILARANG. Jadilah orang yang penuh empati karena itu bagus buat kesehatanmu. Tapi ingat bahwa baper dan cengeng adalah dua hal yang berbeda. Karena baper berarti empati, sedangkan cengeng ya berarti kalian terlalu sering membuang-buang air mata yang seharusnya tidak perlu dilakukan.
Problem terakhir yang paling pamungkas adalah tentang cinta. Duh, kalau ngomongin yang satu ini kayaknya nyangkutnya ke problem sebelumnya tentang baper, deh. Hahaha...
Aku tahu beberapa di antara kalian, wahai remaja-remaja berusia 20 tahun, pernah mengalami bagaimana sedihnya ketika cinta bertepuk sebelah tangan. Bagaimana sakitnya ketika gebetan lebih milih cowok/cewek lain dari pada kita. Dan bagaimana kita gagal bahkan sebelum menuju proses PDKT. Beneran itu galaunya ampun-ampunan.
Tapi, Guys. Galau tidak bisa menjadi penghalangmu untuk menghentikan semua kegiatan positif yang bisa kalian lakukan. Di sinilah gunanya punya banyak teman. Aku, sebagai seorang remaja berusia 20 tahun, rasanya bersyukur sekali bisa dikelilingi orang-orang yang menyayangiku. Ada teman-temanku, orang tuaku, dan keluargaku. Yap, bersama mereka rasanya semua kegalauan itu hilang. Kuncinya hanyalah tertawa. Buat diri kalian merasa begitu nyaman ketika berada di sekeliling orang-orang yang menyayangi kalian. Di sekeliling teman-teman kalian. Jangan biarkan diri kalian larut dalam dunia diri kalian sendiri. Kita ini hidup di dunia yang masyarakatnya sampai bermilyar-milyar, Man. Planet lain aja baru diuji apa masih bisa ditempati manusia, nah kamu jangan berani-beraninya buat bikin dan hidup di planetmu sendiri!!
Pengalamanku memiliki teman memang beragam. Dari SD aku hanya berteman dengan itu-itu saja. Sempat juga dimusuhi satu kelas padahal aku nggak tahu salahku itu apa. Punya satu musuh dari jaman SD yang aku benci sampe ke urat nadi pembuluh vena neutron apalah itu. Tapi tahu tidak? Musuh jaman SD itu sekarang jadi sahabatku yang tahu semua ceritaku. Hahahaha...
Jaman SMP aku jadi cewek cupu yang temenan juga cuma sama itu-itu saja dan sama sekali nggak berminat ikut kegiatan ekskul sekedar buat nambah-nambahin temen. Sebenarnya ada ekskul sih tapi nggak tahu ya kenapa waktu itu mau masuk ekskul kok rasanya males banget. Males aja gitu ketemu orang-orang. Introvert sih ya.
Jaman SMA sudah nggak terlalu cupu tapi temen juga cuma itu-itu saja. Sudah ikut klub Bahasa Inggris dan sudah bikin event olimpiade sekabupaten pula. Selain itu juga sempet jadi pengurus Kopsis meskipun ikut itu juga karena diminta sama guru ekonomi (secara agak memaksa). Sempet juga ketiban durian jatuh pas, entah kenapa, iseng-iseng ikut olimpiade Geografi ternyata juara 3 sekabupaten terus lanjut ke Provinsi. Meski harus berhenti sampai di tingkat Provinsi tapi lumayanlah minimal pernah ikut olimpiade. Hahaha. Dan di SMA juga, meskipun teman cuma itu-itu aja, alhamdulillah masih cukup berkesan. Karena pacar pertama datangnya juga dari jaman SMA (Uhuk). Sekarang mah udah putus (Dhar!!).
Nah, setelah masuk kuliah ini nih aku pengen sesuatu yang beda. Bosan rasanya punya pengalaman pertemanan yang cuma itu-itu saja. Tidak bisa berbaur dengan banyak orang karena aku secara sengaja membatasi diriku sendiri. Ketika menjadi mahasiswa baru, bertemu teman-teman baru, aku memutuskan untuk mengembangkan diriku lagi. Bagiku, kesan pertama begitu penting. Aku pun segera membentuk diriku sendiri untuk bisa berbaur dengan mereka, hadir di setiap canda tawa mereka, menjalin komunikasi dengan mereka. Dan hasilnya aku merasa begitu nyaman dengan mereka. Mereka semua menerimaku, baik padaku, dan sebagai teman sekelas kami sering menghabiskan waktu bercanda bersama, dimarahi dosen sama-sama, dan nugas juga sama-sama. Pokoknya serasa lengkap. Belum lagi dengan mengikuti sebuah organisasi yang sesuai hobi, bertemu teman-teman baru lagi yang menyenangkan, menurutku adalah hal yang kusesali karena kenapa tidak sedari dulu kulakukan saja?
Sejauh ini, di umurku yang mencapai 20 tahun, aku merasa begitu bersyukur. Karena ketika aku melepaskan panggar pembatas dari diriku sendiri aku menemukan bagaimana ajaib rasanya bisa hadir secara nyata di antara orang-orang yang selama ini mau menyambutku. Aku bisa tahu dengan jelas bahwa mereka juga selalu membantu dan menerimaku. Mereka semua sayang padaku. Nggak usah lah punya pikiran apakah mereka akan menerimaku atau tidak. Karena menurutku yang membuat kita merasa tidak diterima adalah pandangan dari diri kita sendiri dan dari batasan diri yang tanpa sadar sengaja kita buat.
Jadi, begitulah teman-teman. Kurasa di umur 20 tahun kita ini sudah waktunya kita membongkar pembatas pada diri kita yang membuat kita tidak bisa menemukan hal-hal baru. Masalah-masalah yang kusebutkan tadi memang pasti ada. Tapi mereka adalah harga yang pantas kita bayar apabila kita serius ingin berubah menjadi sosok yang lebih dewasa.
Untuk teman-teman yang sudah meluangkan waktu membaca tulisan ini kuucapkan terima kasih. Semoga tulisan ini bermakna bagi kita semua. Sampai jumpa di tulisan-tulisan selanjutnya :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar