Sebuah
lagu mengalun perlahan di kedua telingaku. Semula aku tak yakin akan menulis
lagi setelah vakum beberapa lama. Rasa bosan yang terlalu lama mengendap memang
benar-benar menyebalkan—tapi bagiku, hal tersebut
sekaligus memberikan warna baru pada zona nyaman yang maish belum mampu
kutinggalkan sepenuhnya.
Jam
tidur yang ideal seharusnya sudah lewat sejak hampir satu jam yang lalu.
Tetapi, malam yang sepi—hanya ditemani suara kipas
angin, musik, dan dinding kamar dengan coretan-coretan lama seputar negara mana
saja yang ingin kukunjungi—adalah waktu yang ideal untuk
menulis.
Suasana
yang tepat untuk menulis bagiku bukanlah di sebuah meja dengan secangkir kopi
atau cokelat hangat. Tetapi di atas tempat tidurku sendiri, bersandar, dan
dengan beberapa daftar lagu lama yang diputar secara acak. Lagu-lagu lama itu
tak jarang memberiku sensasi yang berbeda ketika menulis. Tergantung jenis
musik apa yang sedang kudengarkan.
Well, kurasa tiga paragraf pembuka
di atas sudah cukup. Aku tidak akan menambahkan beberapa alasan klise seputar
mengapa aku baru menulis lagi di sini setelah lewat dua bulan sejak terakhir kali
aku memposting catatanku.
Tapi
memang dua bulan belakangan ini banyak hal yang terjadi. Mulai dari tugas-tugas
kuliah yang mulai rampung satu per satu, terkapar tidak berdaya karena sakit di
tengah-tengah deadline dan menjelang
ujian akhir semester, bercanda dan membicarakan hal yang biasa dengan teman
yang menurutku itu-itu saja, sesekali pulang ke kampung halaman, terkadang dibuat
kesal dengan beberapa hal yang terjadi sepanjang masa akhir perkuliahan
semester ini, dan yang paling penting aku baru saja menyambut sepupu baru.
Kemudian
tahu-tahu sekarang sudah berada di ujung 2016. Bulan Desember akan habis dalam
hitungan hari dan aku bahkan sudah lupa resolusi apa yang kucanangkan setahun
lalu tetapi sepertinya hanya terealisasi sepertiganya saja.
Bicara
mengenai ujung tahun 2016, jika kurenungkan sekali lagi, ada begitu banyak hal yang sudah kulewati.
Barangkali tidak akan muat kutuliskan satu per satu di halaman ini. Bukan
karena aku gampang melupakan hal yang remeh-temeh ataupun pelupa, hanya saja
aku merasa kejadian yang sudah berlangsung tahun ini kurang lebih sama lah dengan tahun sebelumnya. Mungkin
hanya ada beberapa perbedaan sedikit yang menurutku tidak banyak membantuku
berubah begitu jauh.
Berubah
menjadi pribadi yang lebih baik memang benar-benar membutuhkan niat yang tak
hanya seujung kuku.
Banyak
hal yang kupikirkan malam ini mengenai apa saja yang telah kulakukan setahun
ini. Kemajuan besar apakah yang sudah kulakukan. Kesalahan-kesalahan apakah
yang sudah kuperbaiki.
Lupakan
sejenak resolusi tahun 2017. Mari kita lakukan evaluasi terhadap apa yang telah
terjadi selama satu tahun terakhir ini.
Seperti
yang telah kukatakan sebelumnya, tidak banyak yang berubah di tahun ini. Aku,
ya, tetap menjadi seseorang yang selalu ingin keluar dari zona nyaman tapi
masih saja terjebak dengan rutinitas-rutinitas yang sama. Seperti berjalan di
atas treadmill. Kakiku melangkah
tetapi … aku masih di situ-situ saja.
Aku
tetap orang yang sama yang selalu ingin melihat dunia luar tanpa terhalang
layar kaca dan koneksi internet dari wifi gratis. Tapi, barangkali memang bukan
di tahun ini rezekiku untuk pergi ke tempat baru akan terlaksana.
Aku
juga tetap menjadi seseorang biasa yang terkadang sibuk dengan pemikiranku
sendiri, merajut kisah-kisah di dalam kepalaku tanpa kutuangkan dalam sebuah
catatan, membuka draft-draft lama dan
mengerutkan kening ketika aku membaca tulisanku sendiri sambil membatin ‘mengapa
aku menulis seperti ini?’, mengkhayalkan tokoh fikisku sendiri yang kutulis
dalam sebuah cerita, dan mengomentari film-film yang kutonton sendiri untuk
kemudian mengatai sutradaranya yang menurutku tak becus hanya karena akhir
ceritanya tak sesuai dengan harapanku.
Dan
aku masih sama saja dengan pribadi setahun lalu yang mulai bosan dengan daftar
lagu di ponselku sendiri tapi enggan menghapusnya dan menggantinya dengan
lagu-lagu populer yang baru. Mengganti lagu-lagu lamaku semata-mata hanya akan
membuatku lebih ingin mendengarkannya lagi dan lagi.
Sebentar.
Aku perlu menghela napas karena aku sedang tidak mengerti dengan apa yang
kutulis ini.
Oke.
Jadi begini. Intinya, tidak banyak hal-hal yang mengejutkan yang kualami di
tahun ini meski kuakui aku memang kadang pelupa jadi barangkali hal-hal yang
mengejutkan itu memang ada tetapi aku tanpa sengaja melupakannya. Atau mungkin
sebenarnya beberapa hal yang kulalui di tahun ini tidak monoton-monoton amat
dan aku sedang berada di suasana yang sedang tertekan makanya aku merasa tidak
ada yang istimewa di tahun ini, padahal sebenarnya ada?
Sepertinya
aku perlu beberapa saat memikirkan hal-hal apakah yang kulupakan itu?
…
Oh,
aku tahu!!
Kuliah
Kerja Lapangan di Candi Kidal bersama teman-teman sekelas. Kurasa itu hal yang
paling menarik yang kulalui di tahun ini.
Baiklah.
Aku akan mulai menuliskannya di sini secara singkat dan jelas.
KKL
itu dimulai ketika semester lalu aku mendapat matakuliah yang … yang dosennya
sendiri mengatakan bahwa matakuliah ini adalah matakuliah yang susah dan paling
ditakuti mahasiswa. Awal yang cukup mengesankan bagi mahasiswa yang baru
memulai pertemuan kuliah pertama setelah Lobus
Temporal—salah satu bagian otak yang
paling bekerja keras ketika pemiliknya dijejali berbagai tugas kuliah dan
dikejar deadline—diistirahatkan selama kurang lebih tiga bulan
lamanya. Kurang lebih kesan pertama mengenai matakuliah ini adalah jika tidak sungguh-sungguh dan tekun jangan
harap akan lulus!
Setelah
beberapa kelompok dari matakuliah ini membahas tema makalahnya sendiri-sendiri,
agak sedikit kena bantai dosen, revisi sana-sini, pontang-panting mencari buku
sumber, dan mata juling karena mengedit peta, KKL dimulai. Bagiku cukup
menyenangkan karena setidaknya meski KKL itu dibayang-bayangi laporan berupa
analisis (yang meskipun hanya dua lembar) sebagai tugas akhir, kami masih bisa
menyebutnya sebagai ‘jalan-jalan terselubung’. Dan memang itulah yang kami
lakukan.
Tapi
lebih dari itu, aku benar-benar menikmatinya. Karena kegiatan turun ke lapangan,
belajar di luar semacam KKL, dan matakuliah yang horror tapi menantang ini
bahkan sudah kuimpikan sejak di bangku SD. Kecuali memang secara pribadi
tagihan laporan sebagai tugas akhir, yang meskipun hanya dua lembar itu, tidak
pernah kuimpikan sejak jauh-jauh hari.
Kurasa,
kegiatan turun ke lapangan, mengukur situs, mendengar kisah-kisah sejarah,
masuk halaman rumah orang lain, dan diserang lintah semacam itulah yang
memberikan kesan positif padaku di tahun ini.
KKL
itu berakhir dengan banyak kesan dan kenangan. Begitu pula semester 5 yang baru
saja kulewati. Besar harapanku bahwa tahun ini akan berakhir demikian pula.
Meskipun
aku belum juga melaksanakan secara maksimal resolusi yang aku sendiri lupa
resolusiku di awal tahun ini kemarin apa, banyak hal yang bisa kusyukuri.
Walapun menurutku tahun 2016 terlewati dengan begitu-begitu saja, ada sedikit
konflik di sana-sini, dan resolusi yang berantakan setidaknya aku bersyukur
bahwa sepanjang 2016 ini aku masih bersama dengan orang-orang yang kusayangi
dan menyayangiku: orang tuaku, saudara-saudaraku, teman-temanku, dan barangkali
orang lain di luar sana yang mengenalku meski aku sendiri tak kenal dengan
mereka (Apa maksudku?).
Tapi,
yah … aku memang tidak bisa menyebutkan bahwa 2016-ku 100% monoton. Tidak bisa
begitu. Aku yakin setidaknya dari sekian banyak hal yang bisa kusyukuri, ke
depannya hal tersebut akan bertambah lagi dan lagi.
Menjelang
ahir tahun ini dan akhir catatan ini mari kita menyusun resolusi untuk tahun
2017.
Tunggu
dulu biar kupikir resolusi apa yang ingin kurealisasikan untuk tahun 2017?
…
Aku
butuh resolusi yang tidak standar-standar saja. Yang orang lain mungkin belum
terpikirkan dan akan memberi kesan mendebarkan jika orang lain tahu apa
resolusiku.
Resolusiku
adalah … menjadi peri yang menaiki kuda poni dan menyebarkan kebahagiaan ke
anak-anak di wilayah konflik dan negeriku sendiri.