Senin, 31 Desember 2018

Penghujung 2018 : Pencapaian dan Harapan Baru

Awalnya aku ingin menghabiskan malam tahun baru sama dengan malam-malam biasanya. Berkutat dengan buku bacaan sambil sesekali, maksudku lebih dari sesekali, menyentuhkan ujung ibu jariku dan menggeser-gesernya di layar ponsel. Kemudian keinginan untuk menuliskan sesuatu di ujung tahun ini muncul secara tiba-tiba. Maka di sinilah aku sekarang: di ruang tengah rumah, dengan suara kipas angina dan obrolan talkshow di televisi, sambil mengetikkan tulisan ini.

Keinginan untuk menulis kembali sebenarnya sudah lama muncul. Karena setelah setahun lebih berkutat dnegan tugas-tugas kuliah dan kewajiban menyusun tugas akhir membuat otak dan imajinasiku tersetel secara otomatis untuk menyusun dan mengetikkan kalimat-kalimat ilmiah secara baku. Sesekali aku rindu melanjutkan tulisan-tulisan fiksiku, terutama aku rindu sekali bisa mengisi blog lamaku.

Malam tahun baru 2018 kuhabiskan dengan biasa saja. Tanpa bunyi terompet dan petasan (Oh, belum. Mungkin kegaduhan itu dimulai menjelang tengah malam), tanpa aroma daging maupun jagung panggang, bahkan tanpa ditemani siapapun karena kenyataannya semua orang rumah menghidupkan mesin kendaraan dan berkendara ke tempat mereka menghabiskan malam tahun baru secara sewajarnya seperti yang biasanya dilakukan orang lain yang terbiasa dengan perayaan.

Aku? Aku tidak cukup terbiasa dengan kebisingan, keributan, dan kekacauan yang disuguhkan banyak orang menjelang perayaan. Jadi ya sudah. Aku di rumah saja.

Baiklah. Kurasa aku tahu apa yang ingin kutulis secara tiba-tiba di sini. Aku sedang memantau Instagram seperti biasa ketika ada seseorang yang mem-posting foto dengan caption “Achievment apa yang sudah berhasil kamu raih sepanjang 2018? Di situlah aku merasa bahwa ada beberapa hal yang selalu kuharapkan di tahun-tahun sebelumnya terjadi di tahun ini. Dan tentu saja aku sangat bersyukur karena Tuhan mendengar segala doaku.

Bagiku, 2018 adalah tahun yang penuh perjuangan dan harapan. Tahun ini adalah tahun dimana aku menguji ketahananku sebagai pribadi  yang harus mampu berjuang menyelesaikan tanggungjawab, dimana aku harus berhadapan dengan kesempatan-kesempatan yang sulit yang harus kulewati dengan baik agar bisa menyelesaikan semua tanggungjawabku dengan tepat waktu dan sebaik-baiknya. Ketahananku berujung pada kemampuanku menyelesaikan pendidikan dengan tepat waktu dan cukup membanggakan. Setidaknya membanggakan kedua orang tuaku dan aku bersyukur sekali, bukan hanya karena pencapaian itu, tetapi lebih karena ada kesempatan bagiku untuk membuat bangga kedua orang tuaku. Alhamdulillah.

Tahun 2018, secara mengejutkan seseorang menawariku pekerjaan yang memang sudah kuharapkan. Aku menjadi seorang guru. Sebuah cita-cita yang baru terbentuk di awal-awal aku kuliah yang dimana sebelum itu belum pernah terpikirkan sama sekali aku akan menjadi seorang guru. Tapi, Tuhan memang suka memberi kejutan bukan? Dan kejutannya selalu manis. Aku sangat menikmati hari-hariku sebagai seseorang yang bekerja mulai pagi hingga menjelang sore. Meski sesekali aku bosan dengan rutinitasnya (Aku mudah bosan dengan rutinitas. Hehe) tapi lingkungan tempatku bekerja, terutama ketika aku bertemu dengan anak-anak, membagi apapun yang aku tahu kepada mereka, adalah hal terbaik yang selalu bisa menyelamatkan hari-hariku.

Tentu saja, tidak ada yang lebih bisa aku syukuri ketika akhirnya aku bisa mendapatkan penghasilan sendiri. Yes! Aku bekerja dan mempunyai penghasilan sendiri adalah goal yang selalu aku teriakkan pada diriku sendiri ketika aku sedang berada di titik jenuh dengan rutinitas sebagai anak kos.

Di penghujung 2018 ini, aku juga beryukur masih dikelilingi orang-orang yang menyayangiku. Satu hal yang tidak pernah bisa berhenti ku syukuri. Diberi kesehatan pula. Ada orang tua dan saudara yang selalu memberiku semangat untuk terus berpacu menguji kemampuanku agar bisa memperoleh kesempatan lain yang lebih baik dan lebih baik lagi. Mereka mendorongku maju dan percaya aku bisa melakukannya. Ada teman-temanku yang selalu mendengarkan semua ceritaku, menampung tawa-tawa dan kebahagiaanku, dan bersedia menanggapi segala keluhanku. Dan tentu saja, ada dia yang selalu memberiku semangat-semangat baru dan kebahagiaan-kebahagiaan kecil yang meletup-letup hanya karena hal yang sederhana.

Aku merasa, segala hal yang kucapai selalu tidak lepas dari doa ibuku, dari kebaikan yang terus ditanam ayahku pada orang lain. Kurasa memang begitulah cara Tuhan bekerja. Dengan melalui tangan kedua orang tuaku, yang disalurkan ke aku melalui kebaikan yang mereka salurkan kepada orang lain.

Tahun 2018 menuntunku untuk banyak belajar. Aku belajar untuk selalu percaya pada kekuatan doa, pada setiap hal-hal sederhana yang memberikan dampak luar biasa: keikhlasan terhadap hal-hal kecil yang dilakukan. Aku belajar bahwa percaya pada diri sendiri juga adalah salah satu kunci untuk mewujudkan harapan orang-orang terdekatmu. Aku sempat merasa takut tidak bisa memenuhi harapan kedua orang tuaku, aku ragu harapan mereka terhadapku terlampau tinggi, tetapi kemudian aku menyadari. Tidak ada harapan yang terlalu tinggi selama kita percaya dengan diri kita sendiri dan doa-doa yang kita panjatkan. Aku juga belajar, bahwa ketelatenan dan kesabaran selalu membuahkan hasil. Berada di lingkungan sosial selama tahun 2018 (meski bisa dikatakan aku introvert dan tidak cukup banyak berbaur) aku mengamati bahwa berhasahabat dengan diri sendiri terlebih dulu diperlukan untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Maksudku, terima dan cintai dirimu sendiri apa adanya dengan perbanyak bersyukur.

Besok adalah awal tahun 2019. Masih banyak harapan yang ingin kucapai di hari esok dan sepanjang tahun 2019. Aku ingin lebih banyak berbagi, lebih baik dalam memenuhi tanggungjawab, lebih memperbaiki hubunganku dengan Tuhan, dan mengunjungi tempat-tempat baru. Aku tahu tidak semuanya bisa kulewati sendiri tanpa dukungan dari orang-orang yang baik dan menyayangiku. Tetapi aku percaya, layaknya 2018, 2019-ku akan penuh kejutan dan satu per satu keinginanku akan terwujud.

Sebagai penutup, kuucapkan selamat menyambut 2019 dengan penuh suka cita dan perbaikan diri ke arah yang lebih baik. Semoga segala cita-cita kita selalu mendapat ridho-Nya. Baik-baik di 2019, ya. Bersiaplah! Karena mungkin Tuhan akan memberi kejutan-kejutan lainnya. Dia selalu suka bermain kejutan. Dan percayalah, kejutannya seringkali berakhir manis. Selamat malam :)

Minggu, 11 Maret 2018

Seorang Anak Kecil dan Dunia Ketakutannya

Tumbuh sebagai seorang anak yang penakut, ia kerap berdiri di sudut seorang diri. Lingkungan di sekitarnya terasa asing. Segala hal yang ia rasakan selalu menjadi bebannya sendiri.

Ia tidak tahu apakah ia berada di lingkungan yang salah. Yang ia tahu, ia hanya bisa menerima segala kesalahan.

Anak kecil itu meringkuk takut ketika ada yang sedang marah. Sekalipun ia tahu bahwa bukan ia yang sedang menjadi sumber permasalahan, ia takut untuk disalahkan. Ia hanya bisa terdiam dengan jantung yang berdegup cepat. Ia takut disalahkan.

Bukan perkara ia dididik menjadi pengecut, tapi kenyataan yang entah bagaimana telah sering menjadikannya sebagai sumber permasalahan.

Anak kecil itu menyadari bahwa semua hal yang ia lakukan salah, dan orang lain akan memarahinya. Ia juga tahu bahwa tidak semua "temannya" adalah teman. Ia tahu betul, sebuah permainan yang begitu asyik dimainkan itu, nantinya akan berakhir. Dan ia akan duduk lagi di pojokan. Sendirian.

Kenyang dengan segala permasalahan di sekitarnya, teriakan kemarahan, larangan akan banyak hal, anak itu tumbuh sebagai seorang remaja yang terbiasa mengantongi perasaan-perasaan ketakutan akan disalahkan. Akhirnya, ia tidak bisa terbuka dengan suasana baru. Ia meringkuk dengan nyamannya di zonanya sendiri.

Ia kemudian berpikir bahwa, jika ia terlibat dalam sebuah masalah, ia harus segera melihat ke dalam dirinya. Ia harus tahu salahnya apa. Kemudian bersiap untuk disalahkan.

Atau ia memilih untuk menghindari masalah dengan diam. Berusaha menyaman-nyamankan diri.

Ia tumbuh menjadi seseorang yang penakut. Ia menutup diri dari orang yang tidak ia kenal sama sekali. Ia lebih nyaman dengan dunianya sendiri dimana tidak ada seorang pun yang akan mengkritiknya, memarahinya.

Ia tak memiliki sesosok teman yang benar-benar bisa ia sebut "teman". Bukannya ia tidak disukai, tetapi ia lebih disegani ... Tapi entah karena apa. Banyak yang tidak bisa menjadi teman baiknya karena ada sesuatu dari dalam dirinya yang membuat orang lain akan berpikir ulang tentang bagaimana harus berperilaku di hadapannya. Suatu hal yang mengganggu pikirannya.

Bukan. Bukannya ia dibenci. Ia hanya sedang dikelilingi sesuatu yang tak terlihat yang membuatnya tidak bisa berbaur begitu dekat dengan orang lain. Selalu ada sekat.

Mungkin karena sifatnya?

Hei, dia adalah seorang anak yang tumbuh dengan ketakutan akan  menciptakan masalah. Karena di masa lalunya, ia sudah terlalu sering menjadi sumber masalah. Ia cenderung pendiam dan pendengar. Tidak banyak tingkah. Ia berusaha sebaik mungkin untuk bisa diterima di lingkungan yang terkadang asing baginya.

Barangkali sekat itu muncul karena ia terlalu membatasi diri?

Awalnya ia berpikir demikian. Tetapi, seberapa kerasnya ia mencoba untuk menghilangkan sekat itu, tetap saja tidak ada perubahan. Kehadirannya memang diterima, tetapi ia merasa suasana tidak benar-benar terasa leluasa. Sekat itu masih ada.

Pada akhirnya, ia sempat menjadi sosok yang tidak ingin disalahkan. Ia sempat lelah disalahkan orang lain, sekalipun ia memang salah. Ia menjadi keras kepala dan terlalu perasa. Curiga akan dirinya sendiri. Ia menyadari bahwa permasalahan, rasa gelisah, kesal, kecewa mungkin berasal dari dalam dirinya sendiri. Tetapi ia juga tidak yakin apakah hal tersebut terjadi karena memang ia masih belum bisa lepas dari pengalaman masa kecilnya yang selalu terbebani rasa bersalah?

Terkadang ia sedih, begitu sedihnya sampai ia menangis, hanya karena dirinya sendiri. Ia merasa ada yang salah dengan dirinya sendiri. Mengapa ia harus merasa kesal dengan suatu hal yang tidak semestinya ia kesalkan? Apakah ia masih menjadi sesosok anak kecil yang ketakutan akan rasa bersalah dan tidak percaya pada dirinya sendiri?

Lebih seringnya, ia merasa menjadi seseorang yang tidak berguna. Ketika ada beberapa hal yang bisa dibanggakan oleh orang lain, ia masih bingung mencari sesuatu dari dalam dirinya selain perasaan tertekan yang bisa ia banggakan.

Ia adalah seorang anak penakut yang tumbuh dalam mimpi-mimpinya sendiri. Ia kerap bermimpi bisa mencapai segala hal yang bisa ia banggakan, kemudian di lain waktu ia terbangun dari mimpinya dan mendapati dirinya sebagai seseorang yang tak lebih dari pemimpi tanpa apapun yang bisa dibanggakan.

Kemudian, diam-diam sebuah pertanyaan lain muncul dalam benaknya: Apakah selama ini kekesalannya, kerendahan dirinya, dan kegundahannya hanya karena ia kurang mensyukuri dirinya sendiri?

Barangkali iya.