Bismillahirrahmanirrahim,
Hari ini, 27 Mei 2014, tepat pukul 12.35 adalah ujung ekor harapanku. Buah dari sedikit usaha, do'a, dan terlalu banyak harapan. Sekitar satu jam setelahnya aku baru menyadari bahwa harus mengubur dalam-dalam mimpiku.
Mimpi berjuta tahun. Menjadi mahasiswi Arkeologi di Universitas Gadjah Mada tepat setelah lulus SMA. Enam tahun sudah mimpi itu kusimpan rapat-rapat dalam anganku. Tiga tahun sudah aku berusaha meraihnya. Bertahun-tahun aku membayangkan mimpi itu jadi kenyataan. Aku meyakinkan diri bahwa menjadi Arkeolog adalah panggilan jiwa. Kedua orang tuaku bangga dengan pilihanku. Mereka mendukung. Bahkan mereka mengatakan pada beberapa orang bahwa aku ingin menjadi Arkeolog. Doa mereka tak pernah putus. Mereka bahkan meminta pada orang lain untuk mendoakanku agar mimpiku menjadi kenyataan. Aku begitu bangga pada mimpiku dan yakin bahwa mimpi itu akan segera menjadi kenyataan di waktu yang kuinginkan, yaitu setelah lulus SMA. Setiap kali orang bertanya "Mau kuliah di mana? Ambil jurusan apa?" dengan bangga kujawab "Di UGM jurusan Arkeologi" kemudian mengamini dalam hati sambil menerka-nerka apakah orang yang bertanya tersebut mengerti apa itu Arkeologi. Aku juga akan dengan sabar dan senang hati menjelaskan apa itu Arkeologi dan bagaimana karir masa depannya. Selain itu yang lebih ekstrim lagi, aku menulis di bio FB bahwa aku sedang belajar Arkeologi di UGM. Di twitter aku juga menuliskan "Arkeologi-FIB-UGM" di sebelah tulisan "Institute of Archaeology-UCL".
Awalnya kupikir apa yang kulakukan adalah sebuah keoptimisan yang akan mengantarku meraih mimpi. Aku berpikir setiap kali aku menjawab dengan lantang bahwa aku akan mendaftar Arkeologi di UGM itu adalah sebuah doa. Aku sama sekali tidak merasa sedang menyombongkan diri apalagi takabur. Aku melihatnya sebagai doa tanpa tau apakah orang yang mendengar jawabanku tersebut mengira aku sedang menyombong atau bagaimana.
Menjelang kelulusan SMA aku semakin mantab dengan pilihanku. Dengan mimpiku. Aku mendaftarkan diri pada SNMPTN dengan mengambil jurusan Arkeologi di UGM tentunya. Pilihan kedua kuisi Antropologi UGM. Setelahnya aku sama sekali tidak berminat untuk mengikuti tes tulis. Aku tidak mengambil intensif untuk persiapan SBMPTN. Karena aku yakin bahwa Tuhan akan menjadikanku mahasiswi Arkeologi di UGM. Meski aku tau bahwa UGM adalah universitas ternama dengan persaingan yang begitu ketat. Tapi jika membayangkan mimpiku dan keyakinanku akan menjadi mahasiswi Arkeologi di UGM, rasanya kenyataan bahwa sulit sekali perjuangan menjadi mahasiswi UGM itu sirna sudah. Yang aku tau adalah bahwa peminat Arkeologi sedikit, padahal tenaga yang dibutuhkan banyak, selain itu persaingannya tidak terlalu ketat. Apalagi aku sudah mengantongi nilai yang bagus dan sertifikat olimpiade geografi juara tiga. Sepanjang pengetahuanku tidak ada teman atau orang lain di sekitarku yang berminat dengan jurusan itu. Hal itu membuatku semakin optimis. Optimis dalam artian ambisius.
Kemudian saat itu datang. Saat dimana Tuhan menyadarkanku. Seminggu kuhabiskan waktuku untuk berdoa. Aku bangun tengah malam untuk solat Tahajud, aku usahakan untuk solat tepat waktu, aku solat Hajat dan Dhuha' beberapa kali, aku zikir sampai ribuan kali di siang dan malam hari, aku membaca kitab suci dan yaasin, dan aku puasa sampe 10 hari. Tapi sepertinya Tuhan punya rencana lain. Aku gugur dalam seleksi SNMPTN. Aku berhenti di tengah-tengah harapan besarku, aku terapung-apung hampir tenggelam di lautan mimpiku, mimpi jutaan tahun yang begitu besar. Aku merasa sesuatu menyambarku, mengambil usaha (kecil)ku selama ini. Mimpi jutaan tahunku lumer seperti mentega yang dipanaskan. Mimpi jutaan tahunku pecah seperti telur yang dilempar. Berhamburan ke mana-mana. Aku menangisi mimpiku seperti aku menangisi mayat seseorang yang kusayangi. Aku sempat merasa tidak terima dan tidak yakin. Aku merasa panitia SNMPTN melakukan kesalahan. Seharusnya kolom merah itu tidak ada di sana. Seharusnya hanya ada kolom hijau.
Aku menangis di pelukan ibu dan ayah. Mereka membelai kepalaku. Ayah memintaku untuk bersabar. Ibu menangis bersamaku. Lalu ayah memeriksa ulang keterangan di website. Sama tidak percayanya denganku. Tapi semuanya benar-benar jelas. Ada namaku, nomer pesertaku, asal sekolahku, dan kolom merah yang menyatakan bahwa aku tidak lolos seleksi SNMPTN.
Dengan sisa-sisa harapan yang kupunya, aku memutuskan untuk mengikuti tes tulis yang sebenarnya kuhindari. Lagi-lagi aku memilih arkeologi dan antropologi budaya UGM. Namun ada sebersit niat untuk memilih antropologi sosial UNAIR.
Tapi kemudian seseorang datang dan menyadarkanku bahwa masih banyak pilihan lain yang bisa kuambil. Aku tidak harus terjebak pada satu pilihan. Masa depanku masih panjang dan belum tentu jurusan apa yang kuambil saat kuliah adalah bidang yang sama dengan pekerjaanku. Akhirnya aku mulai tersadarkan bahwa aku harus mencoba pilihan lain. Pilihan yang masih sesuai dengan minat dan harapanku. Aku merasa bahwa Tuhan telah menyadarkanku. Aku bertanya-tanya bagaimana jika Tuhan telat menyadarkanku? Akankah masa depanku lebih baik? Mungkin Tuhan bisa mengabulkan keinginanku untuk lolos SNMPTN dan menjadi mahasiswi Arkeologi UGM. Tapi rencana Tuhan untuk masa depanku yang masih panjang tidak seindah yang kuharapkan. Memang benar kata seseorang yang menasehatiku bahwa lebih baik aku menerima apa yang Tuhan berikan padaku karena Tuhan tau mana yang baik buatku.
Akupun akhirnya menyadari bahwa aku harus lepas dari keegoisanku pada Tuhan. Aku harus menurunkan ambisiku. Aku harus berani mencoba hal yang lain. Hal yang mungkin disiapkan Tuhan untuk masa depanku yang lebih baik.
Keputusan finalnya adalah aku akan menata ulang mimpiku. Aku tidak akan terlalu ambisi melukis mimpi. Aku hanya akan melakukan sesuatu di bidang kucintai. Aku cinta sejarah, tapi mungkin menjadi Arkeolog bukanlah pilihan terbaik. Maka untuk sementara kusimpan dulu rapat-rapat mimpiku menjadi Arkeolog. Aku susun lagi mimpiku untuk kuliah di Ilmu Sejarah. Atau mungkin di Pendidikan Sejarah. Tapi tak pernah sedikitpun minatku pada Arkeologi luntur. Mungkin aku akan lebih berminat pada Ilmu Sejarah, tapi tidak menutup kemungkinan aku akan mempelajari Arkeologi juga. Bagiku yang penting sekarang adalah berusaha semampuku, berdoa terus, dan berharap Tuhan memberikan yang terbaik buatku.
Karena aku mulai percaya bahwa rencana Tuhan pasti lebih indah.
Akan ada waktu di mana aku akan mengenang hal ini kelak. Di saat aku sudah sukses nanti. Aamiin.